Opini
Dari Umar bin Abdul Aziz ke Purbaya: Meneladani Keuangan Negara yang Berkeadilan
Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai khalifah yang berhasil memakmurkan rakyatnya hanya dalam waktu kurang dari tiga tahun masa pemerintahan.
Dalam konteks fiskal modern, langkah Purbaya ini dapat dilihat sebagai upaya untuk menciptakan “keuangan negara yang hidup”, yakni keuangan yang bergerak, berdaya guna, dan berpihak.
Ia juga menegaskan pentingnya transparansi dan integritas dalam reformasi pajak dan bea cukai—dua sektor yang selama ini sering menjadi sorotan publik.
Tantangan besar yang dihadapi Purbaya tentu tidak ringan. Ia harus menjaga keseimbangan antara kebutuhan membiayai pembangunan dan menjaga kesehatan fiskal negara.
Namun pendekatannya menunjukkan arah yang jelas: pertumbuhan ekonomi harus berjalan seiring dengan keadilan sosial.
Dalam semangat ini, kebijakan fiskal Purbaya mencerminkan niat untuk menegakkan prinsip moral dalam ekonomi—bahwa uang negara adalah amanah publik yang harus digunakan dengan tanggung jawab.
Kesamaan Prinsip antara Umar bin Abdul Aziz dan Purbaya Yudhi Sadewa
Jika menelusuri pemikiran kedua tokoh ini, terlihat bahwa meskipun dipisahkan oleh lebih dari tiga belas abad dan oleh sistem politik yang sangat berbeda, keduanya bertemu pada satu titik nilai yang sama: keuangan publik adalah instrumen moral untuk mewujudkan keadilan sosial.
Umar bin Abdul Aziz meletakkan dasar bahwa kesejahteraan bukan sekadar hasil kebijakan ekonomi, melainkan buah dari pemerintahan yang adil dan amanah.
Dalam catatan Ibn Katsir, Umar sering menolak hidup mewah dan memilih menghemat belanja istana agar anggaran lebih banyak digunakan untuk rakyat.
Prinsip ini sejalan dengan semangat yang kini digaungkan Purbaya—menekan pengeluaran birokrasi yang tidak produktif dan mengalihkan belanja negara ke sektor yang memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
Keduanya juga sama-sama menekankan pentingnya integritas. Al-Tabari menulis bahwa Umar memerintahkan seluruh pejabatnya untuk menandatangani sumpah amanah keuangan, agar tidak menyalahgunakan dana negara.
Dalam sistem modern, hal ini sejajar dengan komitmen Purbaya dalam memperkuat tata kelola fiskal yang transparan dan akuntabel.
Keduanya meyakini bahwa uang rakyat hanya akan membawa berkah jika dikelola dengan jujur dan bersih.
Dari sisi visi, keduanya berpandangan bahwa kebijakan ekonomi tidak boleh lepas dari dimensi moral.
Umar melihat baitul mal sebagai amanah Allah untuk kemaslahatan umat; sementara Purbaya memandang APBN sebagai amanah konstitusi yang menuntut keadilan dan tanggung jawab publik.
Di antara jarak sejarah yang panjang itu, benang merah yang menghubungkan keduanya adalah keyakinan bahwa kesejahteraan rakyat hanya dapat tercapai jika keuangan negara dikelola dengan nurani.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/sulbar/foto/bank/originals/MUH-Yusrang-SH-Penyuluh-Agama-Islam-Kantor-Kementerian-Agama-Kabupaten-Mamuju-Tengah.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.