Opini

Menata Nafas Ekonomi Sulawesi Barat Melalui KOPDES

Koperasi Merah Putih memberi peluang untuk mengubah arah pembangunan Sulawesi Barat: dari ekonomi yang bergantung ke ekonomi yang berdaya.

Editor: Nurhadi Hasbi
Wahyu Adha for Tribun Sulbar
Akademisi Universitas Sulawesi Barat Wahyu Maulid Adha 

Penulis : Dr. Wahyu Maulid Adha
(Akadimisi Unsulbar/LE DJPb Sulbar)

EKONOMI Sulawesi Barat bergerak di antara dua arus besar: ketergantungan fiskal terhadap pusat dan kebutuhan mendesak untuk menumbuhkan kemandirian ekonomi daerah.

Laporan ALCo Regional September 2025 Kemnekeu Sulbar (DJPb) menunjukkan kontraksi belanja pemerintah pusat sebesar 27,18 persen dan penurunan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar 3,74 persen.

Kondisi ini berdampak langsung pada daya dorong ekonomi regional, mengingat lebih dari 85 persen pendapatan daerah masih bersumber dari dana transfer.

Dalam teori ekonomi regional, terutama konsep export base theory, pertumbuhan suatu wilayah sangat bergantung pada kemampuan sektor lokal menghasilkan nilai tambah yang mampu menembus pasar luar daerah.

Sulawesi Barat selama ini masih bergantung pada belanja pemerintah dan ekspor komoditas primer seperti kelapa sawit, tanpa rantai nilai yang kuat di tingkat lokal.

Di tengah situasi ini, kebijakan penempatan dana pemerintah melalui Koperasi Desa (Koperasi Merah Putih/KDKMP) menjadi menarik.

Berdasarkan informasi dari Rapat AlCo DJPb Sulbar bahwa pemerintah menyiapkan skema penyaluran dana Rp200 triliun melalui Himbara, Investasi Pemerintah untuk penyaluran pembiayaan ke KDKMP berdasarkan PMK 63/2025 dan PMK 53/2020 senilai Rp16 Triliun dengan imbal hasil Pemerintah yang dibebankan ke perbankan 2 persen untuk dana yang telah disalurkan  dan  80,476 persen  dari BI 7DRR Rate untuk dana idle.

Skema ini bertujuan memperkuat pembiayaan sektor riil tanpa menambah beban fiskal pusat, sekaligus memperluas akses permodalan bagi koperasi yang bergerak di tingkat akar rumput.

Dalam kerangka Community-Based Economic Development (CBED), koperasi berfungsi sebagai wadah kolektif yang memungkinkan masyarakat kecil mengakses modal, teknologi, dan pasar secara bersama.

Bila dijalankan dengan baik, Koperasi Merah Putih bisa menjadi katalis antara kebijakan moneter yang selama ini terkonsentrasi di perbankan besar, dan kebutuhan modal produktif di desa-desa yang menjadi tulang punggung ekonomi Sulbar.

Namun, tantangannya jelas, kapasitas manajerial koperasi di tingkat desa masih terbatas, akses informasi pasar rendah, dan risiko moral hazard tinggi.

Dalam konteks teori financial intermediation, keberhasilan skema ini bergantung pada kemampuan koperasi berfungsi sebagai lembaga keuangan mikro yang efisien—menyalurkan dana tepat sasaran dengan pengawasan ketat, bukan sekadar menjadi perantara birokratis.

Data ALCo DJPb Sulawesi Baerat  menunjukkan bahwa kontribusi konsumsi rumah tangga tumbuh hanya 4,12 persen (yoy)—melambat dibanding tahun sebelumnya. Ini sinyal bahwa uang belum cukup mengalir ke kantong rakyat.

Jika dana penempatan pemerintah di Himbara benar-benar disalurkan ke Koperasi Merah Putih, maka injeksi likuiditas itu harus diarahkan pada sektor produktif lokal: pertanian, perikanan, dan industri pengolahan.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved