Opini

Mempersepsikan Keteladan Guru di Zaman Now

Apakah public lupa dengan keteladanan tersebut sehingga muncul Sosok Dini Fitria Kepala SMAN1 Cimarga

Editor: Abd Rahman
Istimewa
DOK PRIBADI- Mukhlis Mustofa, Dosen PGSD FKIP Universitas Slamet Riyadi 

Oleh : Mukhlis Mustofa

Dosen PGSD FKIP Universitas Slamet Riyadi  

 

TRIBUN-SULBAR.COM- Ketika Hari Guru Nasional dan HUT PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) 2 Desember 2017 di Stadion Patriot Chandrabhraga Bekasi Gesture Presiden Joko Widodo membungkuk menghormati segenap peserta upacara peringatan sontak viral menghiasi jagad media sosial negeri ini.

Ungkapan penghormatan pada segenap guru tersebut dengan membungkukkan badanmemberikan sebuah persepsi ucapan terimakasih atas pemberian kesempatan menimba ilmu. Ungkapan penghormatan pada sang guru menjadi setitik pengharapan penyikapan keteladanan yang diberikan pendidik terhadap kerja pembelajaran selama ini.

Apakah public lupa dengan keteladanan tersebut sehingga muncul Sosok Dini Fitria Kepala SMAN1 Cimarga menjadi aktor dikriminalsiasi akbat teguran untuk penegakan aturan di lingkungan Pendidikan yang sedemiian marak di media sosial beberapa hari terakhir ini. Salah satu epos pada Kisah mahabarata menyebutkan pendeta durna terikat sumpah hanya menerima murid dari kalangan hastinapura, dikisahkan muncul seorang Bambang Ekalaya menghadap untuk menjadi murid dan ditolaknya.

Penolakan pendeta durna ini menjadikan Bambang ekalaya membangun patung pemdeta durna dan berlatih dihadapan patung tersebut hingga kemampuannya setara dengan Arjuna. Tuntutan keteladanan ketaatan guru ditunjukkan Bambang ekalaya dengan menghadirkan sosok guru idola menjadikan kompetensinya tidak berkurang drastis dan setara dengan murid langsung pendeta durna.

Membangun pendidikan karakter melalui keteladanan guru sebagai tema sentral hari guru nasional pada tahun 2017 berimplikasi serius ditengah carut marut pendidikan kekinian. Ditengah deraan permasalahan kependidikan baik secara struktural maupun nalar ilmiah, tuntutan guru menjadi role model bukanlah semudah membalikkan telapak tangan.

Keteladanan pendidik seakan menjadi barang usang ditengah perkembangan kekinian dan guru selama ini termarginalkan dengan beragam posisi. Prinsip keteladanan menjadi dianggap sebuah kemustahilan seiring beragam, tuntutan peradaban zaman didalamnya yang tidak disikapi proporsional oleh guru.

Terminologi kekinian Kids Zaman Now meluncur mulus di ranah publik bermahdzab kekinan berbasis media sosial secara tidak langsung menuntut aspek keteladan ini diberlakukan secara fundamental. Guru Zaman Now tidak sekedar memberikan keteladan layaknya simbol indah, Hierarkhis manusia dengan segenap perkembangan zaman dimana ia hidup layak dipersepsikan berkaitan fenomena kekinian tersebut. Persepsi Generasi spontan, meledak-ledak, kaya informasi tanpa terduga terstigmakan dalam kelompok kekian selayaknya disikapi proporsional kalangan guru dalam pengembangan keteladalam yang diidamkan.

Laduk wani kurang dugo sebagai ungkapan jawa menjelaskan istilah yang disematkan pada generasi kekinian memposisiskan redaman-redaman edukatif tidak sekedar retorika dinantikan elemen pendidikan keseluruhan. Bagaimanakah selayaknya memposisikan guru dalam era Kids Zaman Now menjadi isu sentral tidak sekedar mengikuti arus perkembangan zaman. Tuntutan peradaban kekinian ini harus diperhatikan untuk meningkatkan kepercayaan diri sepenuhnya bagi guru dalam menjalankan peran pembelajarannya.

Minimalisir Kegagapan

Menyikapi tuntutan pada guru, Woods,Jefry, Troman & Boyle mengklasifikasikan 4 tanggapan guru ketika berhadapan dengan gagasan perubahan dan pembaruan; guru mengalami pertumbuhan (enhanced teacher) kedewasaan dan keseimbangan peran, guru sekedar ikut arus (compliant teachers), guru yang tidak ikut arus (non-compliant teachers) konflik dengan hal baru dan guru yang menjadi kerdil( diminished teachers) guru tanpa daya.(Donie Kusuma, 2015). Tuntutan kinerja guru tersebut patut menjadi acuan bagaimanakah tugas pembelajaran ini dilaksanakan pada
masa kekinian.

Persepsi yang terbangun selama ini manakala guru melaksanakan tugas pokoknya lebih banyak tertinggal pada keengganan keluar dari zona nyaman sehingga berpotensi menumbuhkan kejumudan akut. Kebijakan pembelajaran terbarukan seperti pemberlakuan kurikulum baru sebagai permisalannya, persepsi yang berkembang selama ini manakala guliran baru ikhtiar perubahan pembelaharan tersebut muncul energi negatif lebih mengemuka dibandingkan upaya untuk beradaptasi pada kebijakan baru pembelajaran terebut.

Kurun waktu menjadi gurupun tidak serta merta menjadikan kaum cerdik pandai ini mereposisi diri untuk menghadapinya namun berupaya sedemikian kuat untuk menjaga kenyamanan mengajarnya. Kisah ini saya temukan beberapa saat silam, Seorang rekan guru di sebuah sekolah berstigma non favorit pernah berujar pada rekan guru di lain sekolah dengan stigma favorit cobalah kita bertukar peran mengajar

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Wajah Baru Pendidikan Indonesia

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved