Opini

Dari Umar bin Abdul Aziz ke Purbaya: Meneladani Keuangan Negara yang Berkeadilan

Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai khalifah yang berhasil memakmurkan rakyatnya hanya dalam waktu kurang dari tiga tahun masa pemerintahan.

Editor: Nurhadi Hasbi
DOK MUH YUSRANG
MUH. Yusrang, S.H Penyuluh Agama Islam – Kantor Kementerian Agama Kabupaten Mamuju Tengah 

Ia bahkan menambahkan bahwa di masa pemerintahannya, zakat sulit disalurkan karena hampir tidak ada lagi orang miskin yang berhak menerimanya.

Fakta itu menunjukkan bahwa kebijakan fiskal Umar tidak hanya memperkuat kas negara, tetapi juga memperkecil kesenjangan sosial.

Umar memulai reformasi fiskal dengan langkah moral. Ia memerintahkan keluarga dan pejabat istana untuk mengembalikan harta yang diperoleh secara tidak sah, menutup peluang korupsi, dan menata kembali sumber-sumber pendapatan negara seperti zakat, kharaj (pajak tanah), dan jizyah (pajak non-Muslim) dengan prinsip keadilan.

Pajak yang sebelumnya bersifat eksploitatif dihapuskan. Umar juga membangun sistem pengeluaran negara yang ketat dan transparan, memastikan bahwa setiap dirham dari baitul mal digunakan untuk kepentingan umat—baik dalam pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi, maupun kesejahteraan sosial.

Sejarawan kontemporer seperti Ali Muhammad As-Shallabi dalam Umar bin Abdul Aziz: Khalifah yang Adil dan Zuhud menegaskan bahwa keberhasilan ekonomi Umar terletak pada integritas moralnya.

Menurut As-Shallabi, Umar melihat uang negara bukan sekadar alat pembangunan, melainkan sarana ibadah sosial. Ia meyakini bahwa keberkahan ekonomi lahir dari keadilan dan kejujuran dalam mengelola keuangan publik.

Dalam konteks ini, Umar bin Abdul Aziz telah lebih dulu menampilkan konsep yang hari ini kita kenal sebagai “fiskal berkeadilan”: sistem keuangan yang berpihak kepada masyarakat bawah, dikelola dengan integritas, dan berorientasi pada kesejahteraan sosial.

Konsep Model Pengelolaan Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa

Melompat jauh ke abad ke-21, Indonesia baru saja menyambut Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa, yang menggantikan Sri Mulyani pada September 2025.

Sosok ini dikenal luas di kalangan teknokrat ekonomi Indonesia sebagai figur yang rasional, lugas, dan berintegritas.

Ia bukan hanya ekonom akademis, tetapi juga birokrat yang lama berkecimpung di dunia kebijakan publik—dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hingga Kemenko Perekonomian.

Dalam pidato perdananya, Purbaya menyatakan bahwa “kebijakan fiskal bukan sekadar menjaga angka defisit, melainkan memastikan uang negara bekerja untuk rakyat.”

Ia menegaskan arah kebijakan yang fokus pada pertumbuhan ekonomi inklusif, pemerataan kesempatan, dan tata kelola yang bersih.

Purbaya membawa pendekatan baru dalam mengelola kas negara: penempatan dana pemerintah di bank-bank milik negara diarahkan untuk memperkuat likuiditas dan mendorong kredit produktif ke sektor riil seperti UMKM, pertanian, dan industri hijau.

Ia menilai, uang publik harus mengalir ke tempat yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat, bukan sekadar menumpuk dalam cadangan keuangan negara.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Wajah Baru Pendidikan Indonesia

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved