Opini

Bekerja Tapi Tetap Miskin, Fenomena Working Poor di Sulawesi Barat

Kondisi ini berdampak langsung pada rendahnya pendapatan rumah tangga, terutama bagi mereka yang bekerja di sektor informal

|
Editor: Ilham Mulyawan
Tangkapan layar
KEPALA BPS Mamasa Sulawesi Barat Aan Setyawan 

Tingginya jumlah pekerja tidak penuh ini mencerminkan masih banyaknya penduduk yang belum memperoleh pekerjaan yang layak dan stabil. 

Kondisi ini berdampak langsung pada rendahnya pendapatan rumah tangga, terutama bagi mereka yang bekerja di sektor informal, dengan jam kerja terbatas, dan tanpa keterampilan yang memadai. 

Situasi tersebut menjadi salah satu penyebab mengapa tingkat kemiskinan di Sulawesi Barat masih tergolong tinggi, meskipun angka pengangguran relatif rendah. Fenomena ini dikenal sebagai working poor, yaitu kondisi di mana seseorang sudah bekerja tetapi tetap hidup dalam kemiskinan. 

Untuk itu, peningkatan kualitas tenaga kerja dan perluasan akses terhadap pekerjaan layak menjadi kunci dalam mengatasi persoalan ini.

Untuk mengatasi permasalahan ini, upaya pembangunan ketenagakerjaan tidak cukup hanya berfokus pada penciptaan lapangan kerja semata, tetapi juga harus diarahkan pada peningkatan kualitas pekerjaan. 

Pemerintah daerah perlu merancang program yang lebih strategis dan berkelanjutan, seperti peningkatan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan sertifikasi. 

Program "1000 Tenaga Kerja Bersertifikasi" yang akan dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, misalnya, bisa menjadi langkah awal yang baik jika diimplementasikan secara serius dan menjangkau kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan peningkatan keterampilan.

Mengingat sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian, transformasi sektor ini menjadi lebih produktif dan bernilai tambah menjadi penting. 

Upaya tersebut meliputi penyediaan teknologi modern, pelatihan inovatif, dan penguatan kelembagaan petani seperti koperasi. 

Mendorong pengolahan hasil pertanian menjadi produk turunan bernilai ekonomi tinggi, serta melibatkan UMKM lokal dalam rantai pasok, juga dapat membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan desa.

Di sisi lain, perluasan akses pasar dan stabilisasi harga komoditas harus menjadi perhatian utama agar pendapatan petani tidak fluktuatif dan lebih terjamin. 

Perluasan akses pasar misalnya bisa mengadopsi inovasi yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat melalui pengembangan NTB Mall, sebuah situs jual beli daring (e-commerce) yang memfasilitasi produk-produk unggulan UMKM lokal agar dapat menjangkau konsumen yang lebih luas, termasuk di luar daerah. 

Model serupa bisa menjadi inspirasi bagi Sulawesi Barat untuk membangun ekosistem pemasaran digital yang kuat, mempertemukan produsen lokal dengan pasar nasional bahkan internasional.

Dengan transformasi menyeluruh ini, sektor pertanian dapat menjadi motor penggerak ekonomi daerah yang inklusif dan berkelanjutan, serta menjadi sumber penghidupan yang layak bagi masyarakat perdesaan—tidak lagi identik dengan kemiskinan, melainkan sebagai fondasi utama kesejahteraan.

Keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan perlu diukur bukan hanya dari banyaknya penduduk yang bekerja atau capaian angka tingkat pengangguran, tetapi dari sejauh mana pembangunan ketenagakerjaan mampu meningkatkan kesejahteraan secara masyarakat. 

Halaman
1234
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved