Demo Honorer Mamuju

Merasa Tak Puas dengan Jawaban Sutinah, Ratusan Honorer di Mamuju Bertahan di Kantor Bupati

Usai menyampaikan pernyataannya, ia kembali ke ruang kerjanya di lantai dua kantor bupati.

Penulis: Suandi | Editor: Abd Rahman
SUANDI
DEMO HONORER- Honorer yang memasuki Kantor Bupati Mamuju, Jalan Soekarno Hatta Keluruhan Karema Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju, Selasa (16/9/2025). Para honorer bersikeras agar seluruh tenaga yang sudah lama mengabdi, termasuk yang tidak masuk dalam database BKN, diakomodasi menjadi PPPK paruh waktu. 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Ratusan honorer dan tenaga kontrak memilih bertahan di Kantor Bupati Mamuju, Sulawesi Barat, meski telah mendapat jawaban langsung dari Bupati Sitti Sutinah Suhardi, Senin (15/9/2025).

Para honorer bersikeras agar seluruh tenaga yang sudah lama mengabdi, termasuk  tidak masuk dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN), diakomodir  menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu.

Dalam dialog singkat dengan massa aksi, Sutinah menegaskan honorer akan diusulkan hanya mereka memenuhi syarat sesuai aturan dan sudah terdata di BKN. 

Baca juga: Massa KOMPAK Demo Bakar Ban di Polres Polman, Desak Polisi Tangkap Pelaku Pelecehan 4 Anak

Baca juga: Dalami Aliran Dana Dugaan Korupsi Kuota Haji, KPK Buka Kemungkinan Panggil Ketum PBNU Gus Yahya

Usai menyampaikan pernyataannya, ia kembali ke ruang kerjanya di lantai dua kantor bupati.

Namun, jawaban itu tidak memuaskan peserta aksi. 

Mereka menilai pernyataan Sutinah masih ambigu.

“Keputusan Ibu Bupati tadi jelas, yang tidak masuk dalam PPPK paruh waktu akan diloloskan. Tetapi ada juga kata-kata yang aktif. Nah, ini kan tidak sejalan dengan aturan BKN. Artinya yang diakomodir hanya yang terdata di BKN. Itu yang kami mau tanyakan, pesertaannya seperti apa,” kata Ahyar, koordinator lapangan aksi.

Ahyar menilai pemerintah daerah tidak adil jika membiarkan honorer yang sudah puluhan tahun mengabdi tiba-tiba dirumahkan.

“Banyak di antara mereka sudah 15 bahkan 20 tahun mengabdi, tapi tiba-tiba dirumahkan. Padahal mereka terdata di BKN. Harapan kami, Ibu Bupati bisa memberi kebijakan agar semuanya diakomodir,” ucapnya.

Ia menyoroti perbedaan sikap antar daerah di Sulawesi Barat

Menurutnya, hanya Kabupaten Mamuju yang tidak mengusulkan seluruh honorer menjadi PPPK paruh waktu.

“Di Mamasa, meski defisit anggaran sampai Rp 200 miliar, mereka tetap mengusulkan semua honorer. Di Polman ada 4.226 orang, semuanya juga diusulkan. Lalu kenapa Mamuju, sebagai ibu kota provinsi, tidak mampu?” ujarnya.

Para honorer mengaku siap menerima berapa pun besaran gaji yang ditetapkan, karena yang mereka perjuangkan adalah status kepegawaian.

“Kalau tidak ada kejelasan, maka massa akan terus bertahan bahkan bisa menduduki kantor bupati. Kami hanya minta kebijakan yang tidak merugikan tenaga honorer yang sudah lama mengabdi,” tegas Ahyar.

Ia mengingatkan, jika ribuan honorer tidak diakomodasi dalam PPPK paruh waktu, maka mulai tahun depan mereka akan kehilangan pekerjaan.

“Pengabdian 20 tahun bisa sia-sia. Di sinilah letak kemanusiaan dan keadilan seorang pemimpin. Jangan sampai kebijakan ini justru menciptakan pengangguran baru,” tutupnya.(*)

Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com, Suandi

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved