Sengketa Lahan

Tergugat Eksekusi Lahan di Polman Ajukan PK, Mahyuddin : Saya Akan Bawa Bukti-bukti

Arman mengatakan, GERAK memastikan akan mengawal kasus ini hingga ke Mahkamah Agung (MA), bahkan tak segan membawa persoalan ini ke pusat

Penulis: Andika Firdaus | Editor: Abd Rahman
FAHRUN RAMLI
LAHAN SENGKETA - Eksekusi Rumah di Campalagian polman - Dua unit alat berat digunakan merobohkan rumah warga objek eksekusi lahan di Dusun Pulludai, Desa Katumbagan Lemo, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar), Jumat (4/7/2025). 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU – Tergugat dalam perkara eksekusi lahan di Desa Katumbagan Lemo, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar) berencana mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK). 

Langkah ini ditempuh karena menemukan adanya dugaan kejanggalan dalam proses eksekusi yang dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Polewali.

"Saya akan mengajukan PK karena ada dugaan praktik mafia peradilan di PN. Putusan pengadilan sangat merugikan saya,"ungkap pihak tergugat Mahyuddin, kepada wartawan, Jumat (4/7/2025) malam.

Mahyuddin mengaku akan berjuang habis-habisan untuk mendapatkan kembali hak atas lahannya. 

Baca juga: 10 Tahun Rusak, Warga Ulumanda Gotong Royong Bangun Jembatan, Karena Capek Tunggu Janji Pemerintah

Baca juga: Kasus Dugaan Perjadin Fiktif DPRD Sulbar, Ketika Maling Anggaran Dimaafkan Keadilan Dipermainkan

"Saya akan membawa bukti-bukti. Tuntutan kemarin ada 60 are, tapi ada tiga lokasi itu 10 are yang dituntut, tapi setelah kami ukur itu ada 30 are,"terangnya.

Sementara itu, Ketua Gerakan Anti Korupsi (GERAK) Sulbar, Arman, turut menyoroti kejanggalan dalam penanganan perkara tersebut yang dimulai dari putusan PN Polman Nomor 14/PDTG/1997/PN Polewali, yang ditangani langsung oleh Hakim Kutana SH, saat itu juga menjabat sebagai Ketua PN Polman.

"Kami sangat menyayangkan. Hakim Kutana menangani dua perkara sekaligus, pidana dan perdata, dengan objek yang sama. Secara etis, hal ini tidak dibenarkan karena berpotensi menimbulkan konflik kepentingan," kata Arman.

Ia juga mencurigai adanya praktik mafia hukum dan suap dalam perjalanan perkara tersebut.

Kekalahan pihak tergugat dalam proses kasasi menurutnya memperkuat dugaan adanya kejanggalan.

"Kalau perkara pidananya dimenangkan penggugat, pasti perdata juga akan dimenangkan. Tidak mungkin seorang hakim mempermalukan dirinya sendiri dengan putusan yang bertolak belakang," tambahnya.

Arman mengatakan, GERAK memastikan akan mengawal kasus ini hingga ke Mahkamah Agung (MA), bahkan tak segan membawa persoalan ini ke pusat.

Ia menegaskan, pihak tergugat kini telah mengantongi bukti yang akan digunakan untuk mengajukan PK.

"Kami sedang menganalisis bukti-bukti tambahan. Bersama tim advokat, kami akan kembali hadir di PN Polewali untuk menempuh upaya hukum lanjutan," ujarnya.

Tak hanya melalui jalur hukum, GERAK juga berencana menggelar aksi besar-besaran di PN Polewali Mandar dan Pengadilan Tinggi Sulbar sebagai bentuk protes terhadap dugaan ketidakadilan dalam putusan tersebut.

Diberitakan sebelumnya, Sebanyak tujuh rumah telah dirobohkan di atas lahan seluas 60 are, yang menjadi objek eksekusi di Dusun Pulludai, Desa Katumbagan Lemo, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar), Jumat (4/7/2025).

Pantauan Tribun-Sulbar.com, dua alat berat di lokasi eksekusi lahan digunakan merobohkan rumah tersebut.

Selain rumah terdapat lahan perkebunan, pohon kelapa di objek sengketa ikut ditebang.

Pengadilan Negeri (PN) Polewali memasang papan pemberitahuan tertancap di atas lahan objek eksekusi.

Papan itu berisi informasi tanah ini telah di eksekusi oleh PN Polewali dengan nomor 3/Pdt.Eks/2021/PN.Pol. putusan berkekuatan hukum tetap.

Tak ada aktivitas warga di lahan atau objek sengketa telah dieksekusi ini, terdapat perabotan rumah berserakan.

"Ada tiga objek eksekusi, dengan lahan seluas 60 are, ada rumah dirobohkan dan lahan perkebunan kelapa," kata kuasa hukum pemohon, Abdul Kadir kepada wartawan.

Dia menjelaskan objek eksekusi lahan ini terbagi atas tiga petak lahan dengan total luas 60 are.

Disebutkan sudah inkrah sejak tahun 1999, namun eksekusi baru bisa dilaksanakan pada tahun 2025.

Abdul Kadir menyebut pihak termohon juga melawan dengan melakukan upaya hukum sampai tiga kali.

Terakhir kali, termohon melakukan perlawanan pada tahun 2023 yang sudah sampai tahap kasasi di Mahkamah Agung (MA) dengan putusan yang sama dan telah inkrah.

"Atas dasar itulah pemohon melakukan permohonan eksekusi kepada PN, serta di bantu pihak pengamanan dari kepolisian," ungkapnya. (*)

Laporan Wartawan Tribun Sulbar Andika Firdaus 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved