Opini

Menangisnya Bumi: Menelisik Dampak Tambang terhadap Lingkungan dalam Perspektif Agama

Apakah ini yang akan kita wariskan kepada generasi berikutnya? Sebuah negeri yang pincang karena tanahnya tak lagi sanggup menopang kehidupan?

Editor: Nurhadi Hasbi
Istimewa
Ketua IPARI Mamuju Tengah Muh Yusrang S.H 

Penulis: Muh Yusrang, S.H
(Penyuluh Agama Islam Mamuju Tengah/Ketua PD Ipari Mamuju Tengah)

Tidak ada yang lebih sunyi daripada rintihan bumi yang terluka. Ia tidak bersuara, tidak menangis, dan tidak melawan. Tapi dari pori-pori tanah yang merekah, dari sungai yang menghitam, dari udara yang semakin sesak, kita tahu: ‘ada yang tak lagi baik-baik saja dengan rumah kita bersama ini.’

Kita hidup di negeri yang dilimpahi karunia—hutan tropis yang luas, air yang mengalir deras dari pegunungan, tanah yang subur, dan perut bumi yang menyimpan kekayaan mineral tak terhingga. Tapi sayangnya, karunia ini kerap dikelola dengan keserakahan, bukan kebijaksanaan.

Pertambangan, yang sejatinya bisa menjadi anugerah dan penopang ekonomi bangsa, sering kali justru menjelma menjadi sumber petaka yang mengoyak kehidupan sosial, menghancurkan keseimbangan ekologis, dan merusak martabat kemanusiaan.

Bila kita membuka mata dengan jujur, kita akan melihat banyak lahan gundul bekas tambang yang dibiarkan tanpa reklamasi. Lubang-lubang besar menganga seperti luka yang tak pernah diobati.

Sungai-sungai yang dulunya menjadi sumber kehidupan warga kini tercemar logam berat. Bahkan, tak sedikit masyarakat adat yang terusir dari tanah leluhur mereka karena tambang datang mengklaim atas nama pembangunan.

Yang lebih menyayat hati, kerusakan itu seringkali dibayar dengan harga yang tak terlihat langsung oleh mata: hilangnya sumber air bersih, memburuknya kualitas kesehatan masyarakat, hingga trauma psikologis bagi anak-anak yang kehilangan ruang bermain dan ketenangan lingkungan.

Apakah ini yang kita wariskan untuk generasi berikutnya? Sebuah negeri yang pincang karena tanahnya tak lagi sanggup menopang kehidupan?

Dalam pusaran pembangunan yang kerap hanya berpihak pada angka dan grafik, kita sering lupa bahwa bumi bukan sekadar objek eksploitasi.

Ia adalah ciptaan Allah yang agung, tempat manusia ditugaskan bukan untuk mengeksploitasi semaunya, tapi untuk memakmurkan dan menjaganya dengan penuh amanah.

Di sinilah kita perlu menyandingkan kembali ilmu dan iman, data dan nurani, pembangunan dan keberkahan.

Karena krisis lingkungan bukan hanya isu teknis atau politik, melainkan isu moral dan spiritual. Dan dalam perspektif agama, merusak alam bukan sekadar pelanggaran hukum negara, melainkan pelanggaran terhadap titah Ilahi.

Fakta dan Realita: Tambang dan Krisis Lingkungan

Indonesia dikenal sebagai zamrud khatulistiwa, kaya akan sumber daya tambang yang tersebar dari ujung Sumatera hingga Papua.

Emas, batu bara, nikel, tembaga—semuanya tersimpan di perut bumi Nusantara. Tapi di balik kilau kekayaan itu, ada luka-luka menganga yang tak kunjung sembuh.

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Wajah Baru Pendidikan Indonesia

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved