Hari Jadi Mamuju
Refleksi HUT Mamuju 2025: Membangkitkan Jiwa Manakarra Menuju Kemandirian dan Kesejatraan
Mamuju, yang akrab disebut "Bumi Manakarra," adalah tanah pusaka yang diberkahi dengan kekayaan alam dan budaya yang melimpah.
Nilai ini menjadikan masyarakat Mamuju toleran dan rukun, meski berasal dari latar belakang etnis yang berbeda.
Dahulu terbelakang, kini saatnya Berdaya Saing dan Tangguh
Dahulu, Mamuju di anggap pembuangan. Era 80an masa sulit dan pahit bagi orang Mamuju. Jauh dari induknya. Di anak tirikan.
Belum lagi rentan kendali begitu jauh, perekonomiaan, pendidikan tinggi sulit dijangkau, akses jalan minim, dan penerangan belum merata.
Kini, meski banyak perubahan telah terjadi, kita tidak boleh berpuas diri.
Cobaan pun silih berganti. Gempa bumi yang meluluhlantakkan kota pada 2021 menjadi pengingat nyata: masyarakat Mamuju adalah masyarakat yang tangguh, yang mampu bangkit dari puing-puing dan kembali membangun.
Sair lagu berikutnya, mengenang masalalu sebagai motivasi.
"Punna Ta’le Pangkaleba Di Allo Pura Lalo Ka tuo anta Masara di Allo Bungi"
(Jika kita gagal di pagi hari, maka malam takkan membawa keberkahan.)
SDK perna menyampaikan.
"Seketika engkau terjatuh, secepat itu pulah, engkau harus berdiri"
Penggalan lagu ini adalah isyarat moral dan spiritual bahwa tanggung jawab pembangunan adalah tugas kolektif hari ini demi masa depan yang lebih cerah.
Jika kita tak bekerja keras sekarang, kegelapan akan menyelimuti masa depan Mamuju.
Menyalakan Semangat Manakarra: Sinergi untuk Masa Depan
Ajakan dari Direktur Kemitraan Dunia Usaha dan Industri Kemdikbudristek, Saryadi, ST, MBA, untuk “Menyalakan Semangat Manakarra” harus dijawab dengan langkah nyata. ucapnya di seminar pendidikan Sulbar.
Kita perlu membangun sinergi kuat antara pendidikan, pelaku usaha, dan pemerintah dalam menciptakan SDM unggul, berkarakter, dan relevan dengan kebutuhan zaman.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.