OPINI

Gerakan Ayo ke Posyandu Jangan Cuma Jargon!

Kelayakan bangunan fisik, alat penunjang yang tidak memadai akan menyulitkan kader dan petugas kesehatan dalam menjalankan 5 fungsi meja pelayanan

|
Editor: Ilham Mulyawan
TRIBUN TIMUR/SANOVRA
Peringati Hari Gizi Nasional, Alfamart menyelenggarakan program Gebyar Posyandu Alfamart yang berlangsung di halaman toko Alfamart PK Palem, Jl Perintis Kemerdekaan, Kec Biringkanaya, Makassar, Rabu (25/01/2023). 

 

Oleh Irfan
Nutrisionis Puskesmas Campalagian Kab. Polewali Mandar-Sulbar

TRIBUN-SULBAR.COM - Dari kacamata aspek demografi, data Sensus Penduduk pada tahun 2020 menunjukkan hasil yang dapat dipakai untuk mengukur kesiapan Indonesia menuju Indonesia Emas.

Hasil Sensus Penduduk pada tahun tersebut memprediksi bahwa pada tahun 2022 Indonesia menghadapi puncak peralihan demografi yang dikenal dengan Bonus Demografi.

Menurut Badan Pusat Statistik (2023) dalam topik pembahasan DataIn Bonus Demografi dan Visi Indonesia Emas 2045, Indonesia kini telah memasuki era bonus demografi sejak 2015 dan diprediksi memasuki masa puncaknya di tahun 2020-2030.

Menurut M. Noor (2015) dalam Jurnalnya Kebijakan Pembangunan Kependudukan dan Bonus Demografi, menjelaskan Bonus Demografi adalah meningkatnya jumlah penduduk yang berusia produktif (rentang usia 15-64 tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk yang berusia non produktif (dibawah 15 dan di atas 65 tahun) dalam rentangan waktu tertentu.

Bonus demografi ini bak pisau bermata dua, dapat menjadi peluang sekaligus menjadi tantangan dan ancaman bagi Pembangunan Indonesia. Jumlah penduduk usia produktif yang melimpah apabila dikelola dengan kebijakan yang terarah dapat menjadi sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas untuk Pembangunan ekonomi kedepannya. Hal ini tentunya merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia.

Kualitas SDM menjadi faktor yang akan menentukan keberhasilan dari pemanfaatan potensi dari bonus demografi. Dalam hal ini penduduk usia produktif berkontribusi besar pada tersedianya tenaga kerja yang berkualitas, kompeten, terampil dan mempunyai daya saing di era globalisasi. Keberhasilan memaksimalkan potensi ini, setelah mencapai puncak bonus demografi 2030 mendatang, Indonesia Emas pada tahun 2045 bukanlah angan-angan belaka.

Membangun Generasi Emas dari Posyandu

Untuk mewujudkan Indonesia Emas pada tahun 2045 Indonesia perlu menyiapkan generasi penerus yang berkualitas. Ada begitu banyak rangkaian kebijakan Pembangunan Indonesia yang telah dilaksanakan dalam upaya mempersiapkan generasi penerusnya. Salah satu yang paling sering digaungkan belakangan ini, yaitu Pencegahan Stunting.

Berbicara tentang Stunting, bukan hanya berbicara ukuran Panjang/Tinggi Badan balita yang berada dibawah standar/batas normal berdasarkan rujukan baku Kesehatan. Namun, ini berbicara tentang pemenuhan Gizi pada Balita dalam rangka mencapai tumbuh kembang yang optimal.

Berbicara tentang tumbuh kembang anak tidak terlepas dari persoalan perkembangan kognitif yang tentunya tidak jauh dari pembahasan perkembangan otak. Dimana kita telah ketahui, secara sederhana bisa dikatakan Otak merupakan pusat kendali yang mengatur manusia baik dalam berpikir, berprilaku, emosi maupun metabolisme dalam tubuh.

Otak manusia sama halnya organ lainnya akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Para pakar menyebutkan bahwa otak merupakan salah satu organ yang mengalami perkembangan yang pesat pada masa-masa awal kehidupan manusia.

Proses tersebut berlangsung dengan pesat, berlangsung dalam waktu yang sangat pendek dan tidak dapat diulangi lagi. Maka dari sinilah sehingga proses di masa ini disebut sebagai “masa keemasan” (golden period) yaitu pada masa 1000 pertama kehidupan.
Gurnida, DA (2011) dalam bukunya Nutrisi bagi Perkembangan Otak mengatakan pada masa tersebut, pembelahan sel-sel otak secara pesat terjadi, setelahnya hanya terjadi pembesaran sel-sel otak sedangkan pembelahan selnya melambat.

Hal ini menunjukkan pada waktu lahir, meski berat otak bayi ¼ atau 25 persen berat otak dewasa, namun jumlah selnya sudah mencapai 2/3 jumlah sel otak orang dewasa. Selanjutnya, otak akan terus mengalami perkembangan dan akan mencapai 75 persen berat otak orang dewasa pada usia dua tahun.

Pada masa ini dimana pesatnya pertumbuhan jaringan otak sangat rawan. Keterpenuhan kebutuhan gizi sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan otak dimasa rawan ini.

Untuk mengukur keterpenuhan asupan gizi di usia dini maka sangatlah perlu dilakukan pemantauan secara berkala dan berkesinambungan.

Maka dari sinilah harus dilakukan pemantauan dan pertumbuhan pada balita dengan mengukur dan memantau status gizinya. Pemantauan status gizi balita ini secara berkala dilaksanakan di Posyandu setiap bulan oleh kader posyandu yang dibina langsung oleh petugas kesehatan dari Puskesmas di setiap desa.

Berangkat dari data hasil pemantauan inilah kemudian yang akan menjadi dasar pemerintah dalam melakukan intervensi pencegahan stunting apabila ditemukan masalah gizi.

Dalam rangka pengembangan kualitas sumber daya manusia, Dimana anak merupakan calon generasi penerus bangsa maka sangatlah penting mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak dengan rutin memantau tumbuh kembangnya di Posyandu.

Mengenal Posyandu

Merujuk dari buku Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu Kementerian Kesehatan RI (2011), Pos Pelayanan Terpadu atau yang dikenal dengan Posyandu merupakan salah satu upaya kesehatan berbasis Masyarakat yang diselenggarakan dan dikelola secara mandiri dari, oleh, untuk dan bersama Masyarakat dalam upaya pembangunan kesehatan untuk memudahkan masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan dasar dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.

Sejarah lahirnya Posyandu sendiri, bermula dari kebijakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1975. Ini merupakan strategi Pembangunan kesehatan dengan prinsip swadaya Masyarakat dan gotong royong agar Masyarakat dapat menolong dirinya sendiri dengan cara mengenal dan menyelesaikan masalah kesehatannya sendiri. Tentunya dilakukan bersama petugas kesehatan lintas program dan lintas sektor terkait.

Awal mulanya kegiatan PKMD ini pertama kali diperkenalkan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah dengan membentuk beberapa pos-pos kegiatan.

Kegiatan ini seperti perbaikan gizi melalui Karang Balita, penanggulangan diare melalui pos penanggulangan diare, pengobatan Masyarakat di pedesaan dengan Pos Kesehatan, serta Imunisasi dan KB melalui Pos Imunisasi dan Pos KB. Seiring berjalannya waktu, meski memudahkan Masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, namun kegiatan ini dinilai membuat pelayanan kesehatan menjadi terkotak-kotak, menyulitkan koordinasi lintas program, dan menguras banyak sumber daya.

Pada akhirnya, pada tahun 1984 diintegrasikanlah berbagai kegiatan ini dalam satu wadah yang kini kita kenal Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).

Masih dalam buku pedoman ini, Posyandu dibentuk oleh Masyarakat dengan tujuan mendekatkan pelayanan kesehatan dasar terutama pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak, Keluarga Berencana, Imunisasi, Gizi dan Penanggulangan Diare.

Fungsi dari Posyandu itu sendiri selain sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar, juga sebagai wadah pemberdayaan Masyarakat dalam alih informasi dan keterampilan dari petugas kepada dan antara Masyarakat dalam rangka penurunan Angka kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Anak Balita (AKABA). Adapun sasaran Posyandu adalah seluruh Masyarakat, utamanya Bayi, Anak balita, Ibu hamil, Ibu nifas, Ibu menyusui dan Pasangan Usia Subur (PUS).

Kedudukan Posyandu secara kelembagaan dibina oleh pemerintah desa/kelurahan, sedangkan secara teknis medis dibina oleh Puskesmas dan diselenggarakan oleh Kader Posyandu. Telah banyak hasil membanggakan yang di capai Posyandu sejak dicanangkannya pada tahun 1986. Umur harapan hidup rata-rata bangsa Indonesia telah meningkat secara bermakna.

Angka kematian ibu dan bayi telah berhasil diturunkan.

Meski dinilai sudah berhasi menurunkan angka kematian ibu dan bayi, tugas dari Posyandu tidak berhenti disini. Berbagai upaya yang telah dilakukan Indonesia dalam upaya menangani masalah gizi pada balita dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusianya untuk menghadapi bonus demografi dan menuju Indonesia Emas 2045.

Dalam hal ini peranan Posyandu masih sangat diharapkan sebagai ujung tombak dalam pencegahan akan dampak dari masalah gizi pada balita, termasuk pencegahan stunting.

Adapun kegiatan yang umumnya dilaksanakan di Posyandu selain penimbangan seperti, penyuluhan/konseling kesehatan, pelayanan imunisasi, SDIDTK (Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang), suplementasi zat gizi mikro (misal pemberian Vitamin A, Taburia pada balita dan pemberian FE pada ibu hamil dan Wanita Usia Subur), pemberian obat cacing, pemeriksaan ibu hamil, Kelas ibu hamil, dll.

Ayo Ke Posyandu, Jangan Cuma Jargon

Masih segar dalam ingatan, belum lama ini Pejabat Gubernur Sulawesi Barat Prof. Zudan Arif Fakrulloh menerbitkan surat edaran kepada seluruh lingkup pemerintah dibawah naungannya agar gencar mengaktifkan Posyandu dan mengajak masyarakat sasaran khususnya yang ibu hamil dan yang mempunyai anak balita untuk datang ke Posyandu setiap bulan.

Harapannya, bukan sekedar mengajak dan menggaungkan Gerakan Ayo Ke Posyandu, namun juga perlu dipastikan kesiapan Posyandu itu sendiri untuk menjalankan fungsinya. Masih ada banyak hal kemudian perlu menjadi perhatian lebih untuk dievaluasi agar kegiatan Posyandu berjalan dengan baik dan maksimal.

Pertama, Keseriusan pemerintah tingkat desa/kelurahan dalam mengaktifkan Posyandunya. Dalam hal ini pengetahuan dan kesadaran akan fungsi dan urgensi dari Posyandu itu sendiri harus dibangun sampai tingkat desa/kelurahan. Kenyataannya di lapangan, masih banyak Kepala Desa/Lurah yang masih (entah) tak acuh atau belum tahu pasti fungsi dan teknis pelayanan di Posyandu.

Kedua, Memastikan bahwa sarana dan prasarana seperti kelayakan fisik bangunan, alat ukur seperti timbangan, stadiometer yang terstandar sudah memadai untuk bisa menyelenggarakan pelayanan dengan maksimal. Masih banyak kita temukan tempat pelaksanaan kegiatan Posyandu jauh dari kata layak dimana bangunannya tak lebih indah dari Pos ronda atau bahkan masih ada yang menumpang di kolong atau teras rumah warga setempat.

Kelayakan bangunan fisik, alat penunjang yang tidak memadai akan menyulitkan kader dan petugas kesehatan dalam menjalankan 5 fungsi meja pelayanan (Pedaftaran, Penimbangan/Pengukuran, Pencatatan, Penyuluhan/Konseling dan Pelayanan Kesehatan) di Posyandu.

Ketiga, Keaktifan dan kemampuan kader untuk melaksanakan kegiatan di Posyandu seperti cara mengukur atau pemantauan tumbuh kembang balita dan penyuluhan atau konseling kesehatan dengan benar. Pemberian pelatihan penyegaran, meningkatkan insentif atau transportasi kader, serta support dari masyarakat, tenaga kesehatan dan pemerintah sangat diperlukan dalam keberlanjutan dan meningkatkan kinerja kader.

Keempat, Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan lintas program di tingkat Puskesmas untuk melakukan pembinaan dan pendampingan pelayanan di Posyandu. Di Sulawesi Barat masih banyak Puskesmas yang jumlah tenaga kesehatan seperti Tenaga Pelaksana Gizi, Bidan, Juru Imunisasi, Tenaga Promkes, dll tidak sebanding dengan jumlah Masyarakat sasaran yang harus dilayani. Kita belum berbicara skill atau kemampuan petugas. Juga letak geografi wilayah cakupan layanan yang nota bene masih banyak pemukiman penduduk berada di pelosok jauh dan sulit untuk di akses.

Kelima, Keterlibatan dan Kerjasama antara semua lintas sektor terkait dalam mengoptimalkan pelayanan di Posyandu harus lebih ditingkatkan. Lintas sektor terkait harus serius dan gencar melakukan pembinaan pada Posyandu. Diperlukan kolaborasi yang massif dalam menggalakkan peran dan aktifnya Posyandu. Semisal, bagaimana upaya menghadirkan masyarakat sasaran untuk datang ke Posyandu setiap bulannya, memberikan support agar Kader lebih semangat dan aktif serta memastikan berjalannya fungsi Posyandu dengan baik.

Indonesia melalui arah kebijakan penyelenggara pemerintahannya dari pusat sampai tingkat desa/kelurahan harus memberi dukungan dan perhatian lebih dalam rangka peningkatan dan penguatan peran Posyandu. Sebagai ujung tombak dalam pelayanan kesehatan dasar di tingkat desa/kelurahan, tidak bisa dinafikkan bahwa Posyandu mempunyai peran yang krusial dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat menuju Indonesia Emas 2045. (*)

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Wajah Baru Pendidikan Indonesia

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved