Opini

Cegah Bullying: Keluarga Menjadi Benteng Pertama

Bahkan, jika ditarik mundur, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mencatat tren meningkatnya kasus bullying pada 2 dekade terakhir.

|
Editor: Nurhadi Hasbi
ist/Tribun-Sulbar.com
ILUSTRASI kasus perundungan anak 

Penulis: Dr. Dra. Iswari Hariastuti, M.Kes;  Urip Tri Wijayanti;  Sukardi Peneliti Pusat Riset Kependudukan, BRIN

Bullying atau perundungan dikalangan pelajar telah menjadi masalah serius yang semakin mendalam.

Berdasarkan data dari United Nation International Children’s Emergency Fund (UNICEF), persentase kekerasan anak terjadi di Indonesia tercatat paling tinggi dibanding negara Asia lainnya seperti Vietnam, Nepal maupun Kamboja, Indonesia.

Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PP PA) tahun 2023 diperoleh data sebanyak 251 anak berusia 6-12 tahun telah menjadi korban kekerasan dan didominasi siswa sekolah dasar.

Bahkan, jika ditarik mundur, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mencatat tren meningkatnya kasus bullying pada 2 dekade terakhir.

Tahun 2022 terdapat 226 kasus, jumlah ini mengalami peningkatan sebanyak 171 kasus dibandingkan tahun 2021.

Saat ini, kita masih mendapatkan kasus bullying di berbagai daerah dan gunung es.

Kasus terbaru di Kabupaten Cilacap dengan pelaku dan korban masih berstatus pelajar SMP, kasusnya sangat viral di media sosial.

Motifnya sepele, korban mengaku sebagai anggota kelompok Barisan Siswa (Basis), padahal kenyataannya dia bukan bagian dari kelompok tersebut.

Ironisnya, kebohongan ini berujung pada penganiayaan fisik yang sangat kejam tidak mengenal sisi kemanusiaan dan sangat tidak layak untuk dicontoh.

Kisah ini merupakan cerminan kasus-kasus bullying lainnya yang masih kerap terjadi diberbagai daerah, dengan pelakunya sebagaian besar masih berstatus pelajar yang tergolong remaja.

Kita paham bahwa remaja berada pada tahap peralihan dari masa anak-anak ke dewasa.

Pada kasus tersebut, diketahui bahwa korban menjadi pihak yang paling dirugikan.

Mengapa demikian? karena terdapat dampak fisik, psikologis dan sosial yang akan korban rasakan. Selain itu, terdapat dampak lainnya yang dapat memengaruhi masa depan korban.

Melihat realitas yang ada, sangat penting bagi kita bertindak bersama-sama dalam menghadapi tantangan ini.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved