Opini
Asap di Atas Aspal Sekali Isap Banyak Hak Terampas
Asap, bara, dan abu rokok bukan hanya polusi, tetapi potensi bahaya bagi keselamatan pengguna jalan lain.
Oleh:
Prof. Dr. Sunny Ummul Firdaus, S.H., M.H.
Guru Besar Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
TRIBUN-SULBAR.COM - Merokok adalah pilihan pribadi. Tidak ada hukum yang melarang warga negara dewasa menikmati sebatang rokok.
Namun, ketika seseorang menyalakan rokok di jalan raya—entah di atas motor atau di balik kemudi mobil—pilihan pribadi itu berubah menjadi tindakan publik yang berdampak konstitusional.
Asap, bara, dan abu rokok bukan hanya polusi, tetapi potensi bahaya bagi keselamatan pengguna jalan lain. Bara kecil yang beterbangan bisa mengenai wajah pengendara di belakang, menimbulkan luka atau kehilangan konsentrasi sesaat yang berujung fatal.
Baca juga: Modus Rokok Ilegal Beredar di Mamuju, Ganti Pita Cukai Agar Terlihat Resmi
Baca juga: Botol Miras dan Kemasan Lem Berserakan, Taman KTM Tobadak Diduga Jadi Tempat Mabuk OTK
Masalah ini bukan sekadar urusan etika berlalu lintas, tetapi menyentuh inti hak konstitusional warga negara untuk hidup aman dan sehat di ruang publik.
Kebebasan dan Batas Konstitusi
Pasal 28A dan 28H ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menjamin setiap orang berhak untuk hidup dan memperoleh lingkungan yang baik dan sehat. Hak ini tidak berhenti di ruang rumah, melainkan berlaku juga di ruang publik—termasuk jalan raya.
Sebaliknya, Pasal 28J ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain. Maka, kebebasan merokok tidak bersifat absolut.
Begitu bara rokok menyebarkan asap ke udara publik, kebebasan itu memasuki wilayah tanggung jawab konstitusional.
Dalam bahasa sederhana: Anda bebas merokok, tetapi kebebasan itu berhenti di batas helm orang lain.
UU Lalu Lintas dan Prinsip Konsentrasi
Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) menyebutkan: “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.”
Merokok sambil berkendara jelas melanggar prinsip tersebut. Tangan yang seharusnya menggenggam kemudi dipakai memegang rokok, sementara mata terganggu oleh asap yang mengepul.
Pasal 283 UU yang sama bahkan menyebut sanksi pidana kurungan tiga bulan atau denda Rp750.000 bagi pengemudi yang melakukan aktivitas yang mengganggu konsentrasi.
Dari kacamata hukum tata negara, norma ini bukan sekadar urusan disiplin lalu lintas, tetapi perwujudan fungsi perlindungan negara terhadap keselamatan warga, sebuah bentuk constitutional obligation to protect.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.