Opini
Soal Keracunan MBG : Makanan yang Tidak Aman Bukanlah Makanan
Kejadian keracunan MBG ini terjadi di hari yang sama pagi sebelum kejadian Gubernur Sulbar Suhardi Duka turun langsung
Oleh: Irfan
Nutrisionis Puskesmas Campalagian
Pegiat Literasi Gizi
TRIBUN-SULBAR.COM- Kejadian keracunan Makanan Bergizi Gratis (MBG) kian menjadi sorotan publik. Salah satu program prioritas nasional yang menjadi andalan Presiden Prabowo Subianto dinilai banyak pihak kacau balau. Alih-alih dapat makanan bergizi, belasan ribu pelajar telah menjadi korban keracunan pangan
MBG sejak program ini diluncurkan.
Deky Virandola, SKM, ME, selaku Tim Kerja Penyehatan Pangan Direktorat Kesehatan Lingkungan Kemenekes pada pemaparan materi di Webinar Series Pergizi Pangan seri 271 (08/10/2025) menyebutkan, sampai dengan minggu ke 40 sejak program MBG dijalankan telah terjadi 119 Kejadian Luar Biasa (KLB), dengan total kasus 11.660 penderita keracunan pangan MBG yang tersebar di 25 Provinsi.
Insiden atau kejadian keracunan pangan MBG juga terjadi di Sulawesi Barat pada Rabu (24/9/2025) turut menambah panjang daftar daerah keracunan MBG di Indonesia. Ramai diberitakan beberapa pekan sebelumnya pada Rabu siang (24/9/2025), sebanyak 26 siswa dari tiga sekolah berbeda yang ada di Kecamatan Tapalang Kabupaten Mamuju harus dilarikan ke Puskesmas setempat dan Rumah Sakit di Mamuju. Puluhan pelajar SD dan SMP tersebut diduga menderita keracunan setelah mengonsumsi makanan bergizi gratis di sekolah dengan mengalami gejala mual, sakit kepala dan muntah.
Kejadian keracunan MBG ini terjadi di hari yang sama pagi sebelum kejadian Gubernur Sulbar Suhardi Duka turun langsung meninjau pelaksanaan MBG di SMAN 1 Kalukku, Kabupaten Mamuju.
Peninjauan langsung dilakukan setelah kejadian keracunan pangan MBG viral pemberitaan di banyak daerah. Pada hari kejadian (24/9/2025), Dinas Kesehatan Sulbar dan dinkes Mamuju gerak cepat melakukan investigasi epidemiologi termasuk pengambilan sampel makanan di sekolah dan dapur SPPG setempat. Sampel makanan tersebut selanjutnya diteruskan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Mamuju untuk di uji laboratorium.
Selang seminggu (1/10/2025), Dinas Kesehatan Sulbar merilis hasil uji laboratorium yang dilakukan BPOM yang menemukan adanya kandungan bakteri Escherichia coli pada nasi sampel sisa makanan MBG. Kejadian keracunan MBG yang diduga dari bakteri E. Coli pada makanan ini hanya salah satu kasus yang dari banyaknya kejadian KLB keracunan pangan di banyak daerah. Banyaknya kasus keracunan tentu membuat publik mempertanyakan mutu dan keamanan pangan MBG yang disajikan ke peserta didik atau kelompok sasaran.
Dari hasil analisis kesehatan lingkungan Direktorat Kesehatan Lingkungan Kemenkes menemukan begitu banyak ketidaksesuaian atau masalah dilapangan terkait keamanan pangan MBG. Masalah- masalah yang ditemukan berpotensi menyebabkan kontaminasi di setiap tahap alur proses produksi pangan. Temuan-temuan tersebut diantaranya; air yang digunakan tercemar E. coli, pelaksanaan SOP keamanan pangan yang tidak maksimal, bangunan dan sarana prasarana penunjang yang tidak memenuhi standar, juga peralatan yang tidak disanitasi dengan baik.
Selain itu, masih banyak ditemukan penjamah makanan belum terlatih dan belum melakukan medical checkup khusus penjamah makanan, higiene perorangan yang belum baik, bahan pangan yang tidak segar, penyimpanan pangan yang tidak aman, pengolahan pangan rawan kontaminasi sampai produk tidak layak konsumsi, serta distribusi dan penyajian yang masih buruk. Sangat Ironis, bukannya bergizi, bahaya keracunan menghantui sasaran penerima manfaat akibat maraknya KLB keracunan pangan MBG di berbagai daerah.
Program ini dinilai gagal menjaminkan makanan yang aman dan bergizi untuk anak bangsanya. Banyaknya rentetan kasus keracunan MBG yang terjadi, anekdot bahwa “Makanan yang tidak aman bukanlah makanan” yang mencuat belakangan ini, harusnya sudah menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera melakukan upaya
perbaikan pelaksanaan program MBG, khususnya dalam hal penerapan prinsip keamanan pangan.
Sibuk Kejar Setoran Lupa Mawas
Banyak pihak yang menilai BGN hanya sibuk kejar target jumlah unit dapur SPPG yang beroperasi agar anggaran terserap dengan baik tetapi lalai terhadap mutu dan keamanan pangan produk MBG- nya. Mulai dari tahap perencanaan yang dianggap tidak matang, tata kelola yang buruk, prinsip mutu dan keamanan pangan tidak diterapkan maksimal, kurangnya pengawasan terhadap penjaminan mutu pangan, hingga lemahnya kolaborasi dan sinergi lintas Kementerian atau Badan di lingkup
pemerintah itu sendiri.
Tercatat di laman bgn.go.id, total 11.001 dapur SPPG yang sudah beroperasi sampai 09 Oktober 2025. Rilis berita biro hukum dan humas BGN Per 1 Oktober 2025, SPPG yang mempunyai Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi (SLHS) baru mencapai 198 unit operasional dan 26 yang mempunyai sertifikat HACCP. Tidak sebandingnya banyak dapur SPPG yang beroperasi dengan yang memiliki sertifikat keamanan pangan seakan BGN berjudi dengan bahaya risiko keracunan yang mengintai konsumen MBG.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.