Opini
Kesantunan Berbahasa Kian Meredup: Refleksi di Bulan Bahasa dan Sastra
Bahasa menjadi jembatan yang menghubungkan manusia Indonesia dalam satu kesadaran nasional.
Oleh: Nirwan Soeja
(Dosen Universitas Islam Internasional Indonesia)
TRIBUN-SULBAR.COM- Pada bulan ini, bahasa dan sastra dirayakan. Puncaknya pada tanggal 28 Oktober 2025 bertepatan dengan peringatan hari sumpah pemuda.
Salah satu ikrar penting dalam sumpah itu adalah pengakuan bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa.
Bahasa menjadi jembatan yang menghubungkan manusia Indonesia dalam satu kesadaran nasional.
Meski bahasa Indonesia mempersatukan, kenyataannya, di tingkat lokal hidup ribuan bahasa daerah dengan tata bahasa dan tata kramanya masing-masing.
Tulisan ini membicarakan kaidah tersebut yang dikaitkan dengan kesantunan dengan mengambil beberapa contoh dari salah satu bahasa di Sulawesi Barat.
Intinya adalah bahasa dan kesantunan. Di bulan bahasa ini penting untuk menengok kembali bahasa daerah kita:
Bagaimana cara kita bertutur hari ini?
Apakah masih santun atau perlahan meredup?
Istilah bahasa paralel dengan kata language dalam bahasa Inggris.
Kalau kita lihat asal usulnya, ia mengakar pada bahasa Latin, dari kata lingua yang berarti lidah—salah satu alat artikulasi dalam rongga mulut untuk menghasilkan bunyi bahasa.
Pendeknya, bahasa adalah lidah. Fungsinya adalah mewujudkan pikiran dalam bentuk konkret yang bisa didengar maupun dibaca.
Sedangkan istilah santun atau kesantunan secara umum berarti halus atau baik budi bahasanya.
Apa itu kesantunan?
Tidak ada masyarakat, khususnya dalam konteks ketimuran, yang tidak mempraktikkan nilai budaya kesantunan ini—termasuk di Sulawesi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.