Sengketa Lahan

Pemerintah Desa Jengeng Raya dan Lariang Tegaskan Hibah dari Masyarakat untuk Batalyon TNI AD Sah

kedua pemerintah desa menilai rapat tersebut tidak memiliki dasar hukum dan bersifat nonformal

Editor: Ilham Mulyawan
Pemprov Sulbar
Ketemu Wagub - Kepala Desa Jengen Raya, Abdul Rahim (kemeja merah) saat bertemu dengan Wakil Gubernur Sulawesi Barat, Salim S Mengga di ruang kerja Wagub di kantor Gubernur Sulbar, Jl Abduk MaliK Pattana Endeng pada Jumat (27/6/2025). 

TRIBUN-SULBAR.COM, JENGENG RAYA — Pemerintah Desa Jengeng Raya bersama Pemerintah Desa Lariang resmi mengeluarkan pernyataan sikap bersama terkait pertemuan yang digelar di mess perusahaan sawit pada malam hari 28 Oktober 2025.

 

Pertemuan tersebut membahas isu hibah tanah masyarakat untuk pembangunan Batalyon TNI AD di wilayah Desa Jengeng, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Pasangkayu.

 

Dalam pernyataannya, kedua pemerintah desa menilai rapat tersebut tidak memiliki dasar hukum dan bersifat nonformal, karena tidak melibatkan pihak utama yakni pemerintah Desa Jengeng Raya dan masyarakat sebagai pemberi hibah tanah.

 

Berdasarkan data resmi Badan Pertanahan Nasional (BPN), lokasi tanah hibah masyarakat untuk pembangunan Batalyon berada di luar HGU perusahaan. 

 

Atas dasar itu, masyarakat Desa Jengeng dan Desa Lariang telah membuat akta hibah sah kepada TNI AD sebagai bentuk dukungan nyata terhadap rencana pembangunan tersebut.

 

Namun, pertemuan di mess perusahaan yang dihadiri oleh unsur Camat, Inspektorat Kodam, Kepala Desa Makmur Jaya, sejumlah tokoh masyarakat, serta pihak perusahaan justru memunculkan pernyataan bahwa akta hibah masyarakat dianggap cacat hukum dan bahwa hibah akan diganti oleh perusahaan melalui pemerintah daerah.

 

Kepala Desa Jengeng Raya, Abdul Rahim, menyatakan keheranannya karena dirinya tidak diundang dalam pertemuan tersebut, padahal wilayah pembangunan Batalyon berada di Desa Jengeng.

 

“Pertemuan itu tidak melibatkan kami maupun masyarakat pemberi hibah. Padahal kami adalah pihak utama yang sejak awal mendukung penuh pembangunan Batalyon. Ini menimbulkan tanda tanya besar dan kesan tidak transparan,” ujar Abdul Rahim.

 

Pemerintah desa juga menilai pelaksanaan pertemuan di fasilitas perusahaan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, mengingat perusahaan memiliki kepentingan langsung terhadap lahan di sekitar lokasi hibah.

 

Dalam pernyataan bersama itu ditegaskan, rapat yang dilaksanakan di mess perusahaan swasta tidak memiliki kekuatan hukum administratif.

 

Setiap pernyataan atau keputusan yang muncul dari forum tersebut tidak dapat membatalkan akta hibah masyarakat yang telah disahkan secara resmi oleh pejabat berwenang (Kepala Desa, PPAT, Notaris, dan BPN).

 

Selain itu, tanpa adanya surat undangan resmi dari lembaga negara seperti Kodam, Pemda, atau BPN, maka hasil pertemuan itu tidak memiliki dasar hukum apapun

 

Pemerintah Desa Jengeng Raya dan Lariang menduga adanya upaya sistematis dalam pertemuan tersebut untuk:

 

1. Menggiring narasi bahwa hibah masyarakat tidak sah agar dialihkan ke perusahaan sawit. 

 

2. Mengklaim kembali lahan yang telah diakui berada di luar HGU;

 

3. Menekan persepsi publik agar TNI menunggu hibah dari perusahaan;

 

4. Mengaburkan fakta hukum dan hasil penyelidikan resmi BPN serta SP2HP Polda Sulbar yang menegaskan bahwa lahan tersebut bukan bagian dari HGU perusahaan.

 

Landasan Hukum Hibah Masyarakat Tetap Sah

 

Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, hibah masyarakat kepada TNI AD sah dan mengikat secara hukum selama memenuhi empat syarat:

kesepakatan, kecakapan hukum, objek yang jelas, dan sebab yang halal.

 

Karena seluruh unsur tersebut telah terpenuhi dan disahkan oleh BPN, maka akta hibah masyarakat sah dan tidak dapat dibatalkan sepihak, kecuali melalui putusan pengadilan yang telah inkracht.

 

Sikap Tegas Pemerintah Desa

 

Dalam poin kesimpulan, kedua kepala desa menyatakan sikap resmi sebagai berikut:

 

1. Pertemuan di mess perusahaan tidak memiliki dasar hukum formal maupun administratif;

 

2. Ada dugaan kuat pertemuan tersebut bertujuan menggiring opini hukum baru untuk melemahkan posisi hibah masyarakat;

 

3. Kepala Desa dan masyarakat pemberi hibah tidak dilibatkan sama sekali;

 

4. Akta hibah masyarakat kepada TNI AD sah secara hukum;

 

5. BPN dan SP2HP Polda Sulbar telah menegaskan bahwa lahan hibah berada di luar HGU perusahaan.

 

Imbauan Resmi untuk Masyarakat

 

Kedua pemerintah desa mengimbau seluruh masyarakat agar tidak terpancing dan tidak terprovokasi oleh isu atau pernyataan sepihak.

 

“Kami berdiri di atas kebenaran hukum dan fakta BPN. Pembangunan Batalyon TNI AD akan tetap berjalan di lokasi yang sah di Desa Jengeng Raya,” tegas Abdul Rahim.

 

Langkah Lanjutan Pemerintah Desa

 

Sebagai tindak lanjut, Pemerintah Desa Jengeng Raya dan Desa Lariang akan:

 

1. Menegaskan kembali keabsahan hibah kepada BPN, Pemda, dan Kodam;

 

2. Melaporkan ke Ombudsman RI dan Inspektorat Daerah jika ditemukan penyimpangan prosedur atau tekanan terhadap masyarakat;

 

3. Mengamankan seluruh dokumen dan bukti hukum hibah masyarakat;

 

4. Mendampingi masyarakat dalam menjaga hak dan kehormatan wilayah Desa Jengeng Raya dan Lariang.

 

Penutup

 

 “Sejak awal masyarakat dan pemerintah Desa Jengeng serta Desa Lariang berjuang untuk pembangunan Batalyon TNI AD di Desa Jengeng. Kami tetap berdiri di atas kebenaran hukum dan menyerukan agar masyarakat tetap tenang, bersatu, dan tidak terprovokasi oleh isu yang tidak memiliki dasar hukum,”

tegas Kepala Desa Jengeng Raya, Abdul Rahim, dan Kepala Desa Lariang, Firman, dalam pernyataan resminya. (*) 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved