Mulai Beralih dari Sawit Petani Topoyo Mateng Pilih Budidaya Jeruk karena Perawatan Mudah

Jeruk manis mereka tanam terbukti adaptif dengan kondisi tanah dan iklim di daerah Topoyo. 

Penulis: Sandi Anugrah | Editor: Ilham Mulyawan
sandi Anugrah
BUDIDAYA JERUK - Ditengah invasi perkebunan kelapa sawit, perkebunan jeruk masih nampak di Desa Topoyo, Kecamatan Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, Minggu (23/11/2025). (Sandi/Tribun) 
Ringkasan Berita:Alasan Ekonomi Utama Beralih
1. Harga Sawit Tidak Stabil: Meskipun menjanjikan, harga kelapa sawit naik turun dan petani tergantung pada pabrik.
2. Kemandirian Pemasaran: Dengan jeruk, Ambo bisa menjual langsung ke pasar lokal, tanpa ketergantungan pada pabrik.
3. Potensi Harga Jeruk: Harga jual jeruk cukup menjanjikan, di kisaran Rp12.000 - Rp15.000 per kilogram.
4. Memenuhi Kebutuhan Harian: Hasil panen jeruk cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU TENGAH – Sejumlah warga di Topoyo, Mamuju Tengah, Sulawesi Barat memutuskan memanfaatkan lahan mereka dengan tanaman lebih ramah lingkungan dan memiliki nilai jual tinggi, yakni jeruk.

Petani, Ambo (56), mengungkapkan alasannya beralih ke jeruk

"Kami melihat sawit memang menjanjikan, tetapi harganya naik turun dan kami tergantung pada pabrik," jelas Ambo ditemui di lahannya yang mulai menghijau di Desa Topoyo, Kecamatan Topoyo, Mateng, Minggu (23/11/2025). 

"Dengan jeruk, saya bisa menjual langsung ke pasar lokal. Perawatannya juga lebih mudah," tambahnya.

Jeruk manis mereka tanam terbukti adaptif dengan kondisi tanah dan iklim di daerah Topoyo. 

Baca juga: 50 Buaya di Penangkaran Babana Mateng Terancam Mati Kelaparan BKSDA Masih Bungkam

Baca juga: Berkeliaran di Permukiman Warga Topoyo Mamuju Tengah Buaya Panjang 2 Meter Diamankan

Hasil panennya cukup memenuhi kebutuhan kebutuhan sehari-hari.

Selain itu, harganya cukup menjanjikan dikisaran Rp12 ribu - Rp15 ribu perkilogram.

Meski demikian, Ambo tidak memungkiri adanya penyakit kerap menyerang tanaman jeruknya.

"Paling sering itu ulat batang yang membuat banyak jeruk saya mati," ungkapnya.

Meski demikian, hal tersebut tidak membuat dirinya patah semangat berbudidaya jeruk.

Jeruk mati ia gantikan dengan bibit baru yang lebih sehat dan tahan hama.

Ambo menilai, invasi perkebunan sawit skala besar kerap dikhawatirkan membawa dampak ekologis dan sosial.

Mulai dari penyusutan tutupan hutan, perubahan iklim mikro, hingga ketergantungan pada satu komoditas. (*)

Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com, Sandi Anugrah 

Sumber: Tribun sulbar
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved