Opini
Abolisi, Amnesti dan Amnesia
Pemberian pengampunan ini bukan hanya soal hukum, tapi tentang arah moral bangsa.
“Amnesia melupakan sejenak kasus tindak pidana korupsi yang telah dilakukan oleh Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong, baik yang sudah diputuskan maupun dalam proses sidang,” tegas saya, sebagai pengamat ekonomi.
Pemberian pengampunan ini bukan hanya soal hukum, tapi tentang arah moral bangsa.
Apakah kita sedang memulai babak baru rekonsiliasi nasional? Ataukah ini sinyal pelemahan komitmen pemberantasan korupsi?
Dampak dari kebijakan ini sangat luas. Pertama, pemberian amnesti dan abolisi terhadap koruptor dapat menjadi insentif negatif.
Pelaku korupsi lain akan merasa memiliki peluang lolos dari hukuman jika memiliki kedekatan politik atau kekuasaan. Kedua, kepercayaan masyarakat terhadap KPK dan lembaga peradilan bisa runtuh.
Bagaimana mungkin penegakan hukum yang telah berjalan, proses persidangan yang memakan waktu dan biaya besar, dibatalkan dengan keputusan politik? Ketiga, ini dapat memicu ketegangan sosial antara kelompok pro-penegakan hukum dan kelompok yang menghendaki rekonsiliasi demi stabilitas politik.
Di tingkat global, pemberian amnesti dan abolisi untuk kasus korupsi sangat jarang dilakukan. Beberapa negara bahkan mencantumkan dalam konstitusinya bahwa korupsi tidak bisa diampuni.
Indonesia, dengan kasus ini, justru memberi sinyal sebaliknya. Ini menjadi ironi ketika Transparency International menempatkan Indonesia dalam kategori negara dengan indeks persepsi korupsi yang masih tinggi.
Namun demikian, rekonsiliasi politik memang menjadi keniscayaan dalam situasi polarisasi tajam. Pemerintah ingin memulai pemerintahan yang stabil, tanpa gangguan konflik elite.
Tapi rekonsiliasi seharusnya tidak mengorbankan penegakan hukum. Antara rekonsiliasi dan penindakan korupsi, harus ada jalan tengah: misalnya, penegakan hukum tetap berjalan, namun diimbangi dengan jaminan keadilan restoratif, bukan penghapusan hukuman sepihak.
Dalam konteks ini, Presiden Prabowo harus transparan kepada publik: apa alasan konkret pemberian amnesti dan abolisi ini? Apa manfaatnya bagi bangsa dalam jangka panjang? Tanpa keterbukaan, publik hanya akan melihat ini sebagai "pengampunan politik" yang mengaburkan prinsip negara hukum.
Akhirnya, amnesti dan abolisi seharusnya menjadi alat rekonsiliasi yang adil, bukan jalan pintas melupakan kejahatan korupsi.
Jika tidak, bangsa ini akan tenggelam dalam amnesia moral, di mana korupsi dianggap lumrah, dan keadilan hanya menjadi slogan.
Jangan biarkan amnesti dan abolisi menjadi simbol amnesia kita terhadap masa depan yang bersih dari korupsi.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.