Politik

Permahi Mamuju Kecam Amnesti dan Abolisi Koruptor, Sebut Presiden Lukai Rasa Keadilan Publik

Amnesti dan abolisi tersebut dianggap mencederai kepercayaan masyarakat dan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

|
Editor: Nurhadi Hasbi
tangkapan layar
AMNESTI DAN ABOLISI - Ketua Permahi Mamuju Wardian mengecam amnesti dan abolisi Presiden Prabowo Subianto terhadap Hasto Kristiyanto dan Thomas Trikasih Lembong. 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU – Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Cabang Mamuju mengecam keras keputusan Presiden RI Prabowo Subianto, memberikan amnesti dan abolisi kepada terpidana korupsi.

Prabowo memberi amnesti untuk Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto, dalam kasus suap Harun Masiku.

Abolisi untuk mantan Menteri Perdagangan RI Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong di kasus impor gula kristal mentah.

Baca juga: Komisi III DPR Tegaskan Amnesti untuk Hasto Tak Bermotif Politik: Hak Konstitusional Presiden

Ketua Permahi Mamuju Wardian, menilai langkah tersebut sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan bertentangan dengan prinsip negara hukum.

“Ini bentuk abuse of power yang melukai rasa keadilan publik,” tegas Wardian di Mamuju, Sabtu (2/8/2025).

Amnesti dan abolisi tersebut dianggap mencederai kepercayaan masyarakat dan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

“Korupsi adalah kejahatan luar biasa. Dampaknya menghancurkan tatanan demokrasi dan merampas hak rakyat,” lanjutnya.

Permahi menekankan, meskipun amnesti dan abolisi adalah hak konstitusional Presiden, namun tetap harus dibatasi secara etis dan moral.

“Ini bukan hanya soal hukum formal, tapi juga tentang tanggung jawab moral. Amnesti koruptor jelas keliru dan sarat muatan politik,” tegasnya. 

Desakan ke Lembaga Negara

Permahi Cabang Mamuju mendesak Mahkamah Konstitusi agar mengkaji ulang mekanisme amnesti dan abolisi, terutama dalam kasus korupsi.

Mereka juga meminta KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian untuk tetap independen dan tidak tunduk pada tekanan politik.

“Hukum jangan hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. Rakyat kecil dihukum karena mencuri nasi, tapi koruptor diampuni. Ini tidak adil,” pungkasnya.

Permahi mengajak seluruh elemen masyarakat, mahasiswa, dan organisasi hukum untuk menolak kebijakan yang melemahkan integritas hukum.

“Kami akan terus berada di garis depan menjaga marwah hukum dan memberantas impunitas,” tutupnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved