Protes Kenaikan Harga BBM

Demo Protes Kenaikan Harga BBM, Korban Jiwa Berjatuhan

Kekacauan mulai Senin (28/7/2025) menyebabkan aktivitas di Ibu Kota Luanda lumpuh total.

Editor: Nurhadi Hasbi
Kolase Tribun-Sulbar.com
PROTES HARGA BBM NAIK - Demo di Luanda, Angola, protes kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) menyebabkan korban berjatuhan. Kerusuhan mulai Senin 28 Juli 2025 hingga sekarang. 

TRIBUN-SULBAR.COM - Korban jiwa berjatuhan akibat demo protes kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Kejadian di Luanda, ibukota Angola, sebuah negara di Afrika bagian selatan.

Angola dikenal sebagai negara penghasil minyak terbesar di Afrika.

Kebijakan pemerintah yang dipimpin Joao Lourence ditentang keras rakyatnya.

Baca juga: HMI Mamuju Tengah Soroti Kinerja Satreskrim Polres Mateng: Kasus Dugaan BBM Ilegal Menggantung

Joao Lourence menaikan harga BBM subsidi dari 300 menjadi 400 kwanza.

Atau sekitar Rp 5.300 ke Rp 7.100 per 1 Juli 2025 lalu.

Kekacauan mulai Senin (28/7/2025) menyebabkan aktivitas di Ibu Kota Luanda lumpuh total.

Protes dimulai dari gerakan mogok sopir taksi secara nasional.

Kerusuhan ini disebut layaknya kerusuhan pada Mei Tahun 1998 di Indonesia menuntut Preseden Soeharto mundur dari kekuasaan.

Sampai Rabu (30/7) kemarin tampak, demonstrasi sudah berangsur reda. 
Penjarahan massal sudah tidak terlihat lagi.

Namun masih terdengar tembakan-tembakan  yang dilepaskan aparat keamanan.

Kerusuhan Meluas di Angola

Kerusuhan sosial meluas di Angola. Suara tembakan terdengar di kawasan Cazenga, Luanda.

Massa terlihat menjarah makanan dan kebutuhan pokok dari sejumlah toko.

Bentrokan hebat juga terjadi di Rocha Pinto, dekat bandara.

Jalanan di kawasan Prenda diblokade dengan tong sampah yang dibakar.

Polisi Angola menyebut insiden sebagai “kekacauan terisolasi”. 
Namun, mereka mengakui adanya korban.

“Saat ini kami melaporkan empat korban tewas,” kata Wakil Komisaris Polisi, Mateus Rodrigues, dalam konferensi pers, Selasa (30/7/2025).

Ia tidak merinci penyebab kematian tersebut.

Sebanyak 400 orang ditangkap pada malam sebelumnya.

Sebelumnya, 100 orang lebih lebih dulu ditahan pada Senin.

Kerusuhan juga menyebabkan kerusakan besar.

Sekitar 45 toko dijarah.

Sebanyak 25 mobil pribadi dan 20 bus umum dirusak.

Sejumlah bank ikut menjadi sasaran.

“Pasukan kami terus disiagakan di jalan. Mereka dibekali sesuai tingkat ancaman untuk menjaga ketertiban,” ujar Rodrigues.

Aksi Meluas ke Daerah

Kerusuhan tak hanya terjadi di Luanda.

Aksi meluas ke Huambo, kota sekitar 600 kilometer dari ibu kota.

Warga dilaporkan menjarah toko. 
Polisi membubarkan massa dengan gas air mata dan peluru karet.

Video bentrokan tersebar luas di media sosial.

Aksi ini dipicu oleh pemogokan sopir taksi.

Namun, Asosiasi Sopir Taksi New Alliance (ANATA) membantah terlibat dalam kekerasan.

Mereka tetap melanjutkan aksi mogok selama tiga hari.

“Suara sopir taksi adalah jeritan rakyat Angola,” bunyi pernyataan resmi ANATA.

Baca juga: Warga di Daerah Ini Beli BBM Pertalite hingga Rp20 Ribu per Liter

Sebelum kerusuhan pecah, sekitar 2.000 orang berdemonstrasi menolak kenaikan harga bahan bakar, Sabtu lalu.

Aksi serupa juga terjadi dua pekan sebelumnya.

Kelompok masyarakat sipil dan lembaga HAM mengecam tindakan aparat.

Human Rights Watch menyatakan polisi menggunakan kekuatan berlebihan saat membubarkan aksi damai 12 Juli lalu.

Sejumlah organisasi sipil juga mengecam penangkapan Osvaldo Sergio Correia Caholo, tokoh aksi yang ditangkap 19 Juli.

Mereka menyebut Caholo sebagai “korban penindasan”.

Kebebasan sipil di Angola disebut terus dilecehkan.

Kelompok Uyele menyatakan, aksi ini merupakan dampak langsung dari buruknya kondisi sosial-ekonomi.

“Ini adalah gejala kelelahan sosial dari generasi muda yang kehilangan harapan,” tulis Uyele.

Pemerintah MPLA Hadapi Tekanan

Partai MPLA yang dipimpin Presiden Joao Lourenco menghadapi tekanan besar.

Partai ini telah berkuasa sejak Angola merdeka dari Portugal pada 1975.

Angola dikenal sebagai negara kaya minyak.

Namun, mayoritas warganya hidup dalam kemiskinan.

Pemerintah menaikkan harga BBM untuk mengurangi subsidi.

Kebijakan ini justru memicu kemarahan publik.

Pengamat menyebut ini sebagai ujian legitimasi terbesar bagi Presiden Lourenco.

Hingga kini, belum ada tanda pemerintah akan mencabut kebijakan tersebut.

Tekanan dari masyarakat terus meningkat.(*)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved