Opini
Jihad Intelektual Ala Nasaruddin Umar
Ia tidak melihat alam sekadar sebagai objek eksploitatif, tetapi sebagai bagian dari sistem ilahiah yang memiliki martabat spiritual.
Ia menolak interpretasi Islam yang kaku, eksklusif, dan menghukum, dan justru mengusung pendidikan Islam yang membebaskan, memuliakan manusia, dan merawat perbedaan.
Kurikulum cinta juga menjadi upaya melawan radikalisme dengan cara yang elegan — bukan dengan senjata, tetapi dengan membentuk hati dan pikiran yang inklusif.
Dalam berbagai forum internasional, Nasaruddin menunjukkan bahwa Islam bukan agama yang mengancam, tetapi yang memeluk dan melindungi. Kurikulum cinta menjadikan Islam tidak hanya logis, tetapi juga indah dan menenangkan.
Green Religion: Islam Sebagai Gerakan Perubahan Global
Istilah green religion dalam pemikiran Nasaruddin Umar bukan hanya sebatas retorika, tetapi menggambarkan bahwa Islam memiliki ajaran mendasar untuk melestarikan bumi.
Ia menekankan bahwa setiap ritual Islam, seperti wudhu, puasa, haji, hingga sedekah, memiliki nilai-nilai ekologis. Misalnya, puasa melatih pengendalian diri atas konsumsi; sedekah mengurangi ketimpangan ekonomi yang kerap memperburuk eksploitasi alam.
Dengan menjadikan Islam sebagai green religion, Nasaruddin Umar mendorong umat Islam tidak menjadi bagian dari kerusakan lingkungan, tetapi menjadi pelopor perubahan.
Dalam forum lintas agama dan dialog global, ia menunjukkan bagaimana Islam dapat memberikan kontribusi terhadap solusi krisis iklim dan ekologi global — membentuk solidaritas lintas iman untuk menyelamatkan bumi.
Jihad Intelektual: Melampaui Mimbar, Menyapa Dunia
Apa yang dilakukan Nasaruddin Umar sejatinya adalah jihad intelektual — perjuangan menggunakan akal, ilmu, dan spiritualitas untuk menjawab tantangan zaman.
Ia tidak membatasi dakwah di atas mimbar, tetapi masuk ke ruang-ruang strategis: akademik, politik, diplomasi antaragama, dan masyarakat sipil.
Ia menulis buku, berdialog dengan tokoh dunia, memimpin lembaga besar, dan tetap hadir membimbing umat.
Jihad intelektual ini membuktikan bahwa ulama tidak harus anti-modernitas. Justru sebaliknya, ulama bisa menjadi agen transformasi, jika mampu membaca zaman dan mengolah ajaran menjadi energi peradaban.
Nasaruddin Umar menunjukkan bahwa Islam tidak berjarak dari tantangan dunia modern — tetapi hadir sebagai solusi.
Pemikiran Nasaruddin Umar sebagai cahaya yang membimbing arah perjuangan kita hari ini. Kita membutuhkan lebih banyak ulama yang berpikir lintas disiplin, mencintai lingkungan, menjunjung cinta kasih, dan aktif di panggung dunia.
Jihad intelektual ala Nasaruddin Umar adalah inspirasi untuk kita semua — bahwa menjadi cendekiawan muslim bukan hanya soal keilmuan, tetapi juga keberanian menghidupkan nilai-nilai Islam dalam tindakan nyata.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.