PMII Mamuju

PMII Mamuju: Permintaan Tambahan Anggaran Polri Tidak Sejalan dengan Semangat Efisiensi Pemerintah

Ia menilai keputusan itu bertolak belakang dengan arah kebijakan pemerintah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Editor: Nurhadi Hasbi
Refli Sakti Sanjaya
Ketua Umum PMII Cabang Mamuju, Refli Sakti Sanjaya, sorot keputusan DPR RI yang menyetujuan permintaan tambahan anggaran Polri. 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU – Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Mamuju kritik keras keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyetujui usulan penambahan anggaran untuk institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2026.

Ketua Umum PMII Mamuju, Refli Sakti Sanjaya, menyayangkan sikap DPR RI.

Ia menilai keputusan itu bertolak belakang dengan arah kebijakan pemerintah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Baca juga: PMII Mamuju Soroti Penanganan Kasus Oli Palsu di Polda Sulbar: Curiga Ada Praktik Kongkalikong

Baca juga: Cium Aroma Penyalahgunaan, PMII Mamuju Desak Transparansi Dana PI Blok Migas Sebuku

"Di tengah kondisi negara sedang melakukan efisiensi anggaran secara besar-besaran, termasuk keluarnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang penghematan belanja pemerintah, DPR justru menyetujui penambahan anggaran Polri mencapai angka fantastis sebesar Rp173,4 triliun," ujar Refli dalam keterangannya, Senin (14/7/2025).

Refli menilai, alokasi anggaran sebesar itu untuk Polri tidak mendesak dan kurang relevan jika dibandingkan dengan kebutuhan di sektor lain yang lebih strategis, seperti pendidikan dan kesehatan.

“Memang kami sepakat, negara wajib menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat, namun penambahan anggaran sebesar itu jelas tidak sejalan dengan semangat efisiensi anggaran yang tengah digalakkan pemerintah,” tegasnya.

Refli juga menyoroti dampak dari efisiensi tersebut yang turut memangkas anggaran untuk sektor pendidikan dan kesehatan.

Padahal, dua sektor ini menurutnya sangat vital bagi kelangsungan hidup rakyat.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2025, ia menyebut ada lebih dari 4 juta anak usia 7–18 tahun di Indonesia yang tidak sekolah, baik karena belum pernah sekolah maupun putus sekolah.

“Sebanyak 76 persen dari keluarga mereka menyatakan, alasan anaknya tidak sekolah adalah karena faktor ekonomi,” tambahnya.

Sementara itu, akses masyarakat kecil terhadap layanan kesehatan juga masih menjadi persoalan serius, terutama karena biaya yang tinggi.

“Kami mendesak DPR RI untuk lebih memprioritaskan sektor pendidikan dan kesehatan dalam pembahasan anggaran, karena kedua sektor ini berdampak langsung pada kualitas hidup masyarakat dan masa depan bangsa,” pungkas Refli.

PMII Mamuju berharap agar keputusan anggaran yang diambil oleh wakil rakyat benar-benar mencerminkan kepentingan publik, bukan semata institusi.(*)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved