Inflasi Sulbar

Beras Masih Pemicu Utama inflasi di Sulawesi Barat

Inflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Majene sebesar 2,68 persen, sedangkan inflasi terendah terjadi di Kabupaten Mamuju dengan 2,38 persen.

|
Penulis: Suandi | Editor: Ilham Mulyawan
suandi
PLT KEPALA BPS SULBAR - Plt Kepala BPS Sulbar, M La'bi saat ditemui di Kantor BPS Sulbar, Jl Martadinata, Keluruhan Simboro, Kabupaten Mamuju, Selasa (8/4/2025). Pria kelahiran Majene, 31 Desember 1965 ini dipercaya menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Sulbar sejak Maret 2025. Ia menggantikan Tina Wahyufitri yang sebelumnya memimpin sejak 2022. 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Plt Kepala BPS Sulbar, M. La’bi mengatakan, BPS Sulawesi Barat mencatat inflasi tahunan (year on year/y-on-y) per Juni 2025 sebesar 2,57 persen, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 109,04.

Inflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Majene sebesar 2,68 persen, sedangkan inflasi terendah terjadi di Kabupaten Mamuju dengan 2,38 persen.

Untuk inflasi bulanan (month to month/m-to-m), Sulbar mencatat angka 0,18 persen, sementara inflasi tahun berjalan (year to date/y-to-d) hingga Juni 2025 sebesar 2,12 persen.

Dia menjelaskan inflasi Sulbar masih berada dalam kategori ideal dan terkendali. 

Menurutnya, bahan makanan menjadi faktor utama penyebab inflasi, terutama beras.

Baca juga: Polisi Tangkap Pria Bawa Sajam Berkeliaran di Lampa Polman, Terduga Mengaku Hanya untuk Jaga Diri

Baca juga: Gaji Pegawai Kontrak RSUD Sulbar Telat Dua Bulan, Pihak RS Ngaku Tunggu Klaim Pencairan BPJS

“Kalau kita lihat di tahunan itu, yang menjadi pemicu adalah bahan makanan. Terutama beras. Secara year-on-year, harganya masih tinggi,” kata La’bi, saat ditemui di Kantor BPS Sulbar, Jl RE Martadinata Keluruhan Simboro, Kabupaten Mamuju, pada Selasa (1/7/2025).

Ia menyebut pemerintah menghadapi tantangan untuk menjaga keseimbangan antara mengendalikan inflasi agar tidak membebani konsumen dan melindungi petani agar Nilai Tukar Petani (NTP) tetap berada di atas 100.

“Kalau NTP di bawah 100, petani jadi enggan menanam padi. Di sinilah dilema pemerintah, menekan inflasi terlalu rendah bisa merugikan petani,” tambahnya.

Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau mengalami inflasi y-on-y sebesar 5,23 persen, menyumbang 1,99 persen terhadap total inflasi

Subkelompok dengan kenaikan tertinggi adalah minuman tidak beralkohol (6,06 persen), dan yang terendah rokok dan tembakau (3,59 persen).

Sementara komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan (y-on-y) terbesar seperti beras 0,62 persen, tomat 0,30 persen, ikan layang 0,25 persen, kopi bubuk dan minyak kelapa masing-masing 0,15 persen, rokok (SKM dan SPM), ikan selar, bawang merah, ikan bandeng masing-masing 0,06–0,09 persen.

Beberapa bahan pokok menyumbang inflasi seperti cabai merah dan pisang masing-masing -0,07 persen, daun bawang, sawi hijau, ayam hidup, cumi-cumi, jagung manis, kol putih, wafer sumbangan kecil terhadap deflasi

Untuk inflasi bulanan (m-to-m) sebesar 0,17 persen, komoditas utama penyumbang kenaikan harga beras 0,28 persen, tomat dan bawang merah masing-masing 0,16 persen dan 0,07 persen, minyak kelapa dan ikan bandeng 0,03–0,02 persen.

Sementara itu, penurunan harga terjadi pada cabai merah -0,12 persen, ikan cakalang, ikan layang, ikan teri, cumi-cumi total sumbangan deflasi bulanan cukup signifikan.(*)

Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com, Suandi

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved