Uang Palsu

Awal Mula Uang Palsu dari UIN Alauddin Makassar Masuk Mamuju, dari ASN ke Tukang Jahit

Uang-uang palsu ini dibawa honorer dari UIN Alauddin Makassar inisia MB (MB) atas perintah Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Malassar Dr Andi Ibrahim.

Editor: Munawwarah Ahmad
Muhammad Abdiwan / Tribun Timur
Para Tersangka kasus uang palsu UIN Alauddin Makassar saat ditampilkan di sesi Jumpa pers Polda Sulsel , Kamis (19/12/2024) 

 Oknum ASN pemprov terlibat uang palsu (ist)
Dari tangan para pelaku, polisi berhasil menyita barang bukti berupa uang palsu senilai Rp11 juta yang masih belum sempat diedarkan.

Namun, polisi langsung bergerak cepat mengamankan sejumlah pelaku yang berkeliaran di Mamuju.

"Iya sudah diamankan empat orang, sekarang diperiksa oleh polisi," kata Kasi Humas Polresta Mamuju Ipda Herman Basir Selasa (17/24).

Dari kasus ini, polisi telah meringkus 15 pelaku pencetak dan peredaran uang palsu ini.

Kasus keterlibatan dua oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Sulawesi Barat terkait pembuatan dan peredaran uang palsu komplotan UIN Alauddin Makassar, viral.

Dua oknum ASN di Sulbar terlibat yakni TA (52) dan MMB (40).

Tak hanya keduanya, polisi juga menangkap IH (42) pekerjaan Wiraswasta, WY (32) pekerjaan wiraswasta dan MB (35) pekerjaan staf honorer UIN.

Terkait penangkapan ini, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulbar, Bujaeramy Hasan menyatakan pihaknya belum dapat memastikan kebenaran informasi tersebut karena belum menerima penjelasan resmi dari OPD terkait. 

“Kami belum bisa memberikan pernyataan tegas sebelum mendapatkan informasi langsung dari OPD bersangkutan, kami hanya lihat di media,” ujar Bujaeramy saat ditemui di Kompleks Perkantoran Gubernur Sulbar, Selasa (17/12/2024). 

Namun dia berjanji BKD akan mengambil langkah tegas, tentunya dengan menghormati proses hukum yang tengah berjalan. 

Jika terbukti melanggar kode etik ASN, pihaknya tidak akan ragu mengambil tindakan tegas terhadap MMB.  

“Kami akan melakukan konfirmasi lebih lanjut kepada OPD terkait. Jika benar terbukti, kami akan menindak sesuai aturan. Sanksi terberatnya adalah Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH),” tegas Bujaeramy. 

Terkait potensi pemecatan, BKD menyatakan akan menunggu hasil proses hukum sebelum mengambil keputusan final. 

Proses ini akan berjalan pada dua jalur, yakni tindak pidana dan manajemen kepegawaian.  

“Jika dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran sedang atau berat, maka tindakan tegas akan diambil,” jelas Bujaeramy.  

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved