Opini

Menatap Ekonomi Sulbar yang Lebih Positif

Skenario positif ini menggarisbawahi tekad pemerintah untuk memacu disbursement di garis akhir anggaran.

Editor: Abd Rahman
Wahyu Adha for Tribun Sulbar
Akademisi Universitas Sulawesi Barat Wahyu Maulid Adha 

 

Oleh: Dr.Wahyu Maulid Adha (LE DJPb Sulbar/Akadimisi Unsulbar)

 

TRIBUN-SULBAR.COM- Perekonomian Sulawesi Barat (Sulbar) memasuki kuartal terakhir tahun 2025 dengan secercah harapan yang cerah namun dibayangi oleh urgensi kebijakan yang luar biasa. 

Berdasarkan Laporan Asset & Liability Committee (ALCo) Per 31 Oktober 2025 menegaskan bahwa optimisme pertumbuhan di Triwulan IV tidak boleh hanya menjadi narasi akhir tahun, melainkan harus diwujudkan melalui intervensi fiskal yang cepat dan terukur. 

Proyeksi pertumbuhan PDRB Sulbar dipatok di rentang optimis 5,8 persen – 6,0 % (y-on-y), sedikit meningkat dibandingkan Triwulan III (5,83 % ), seiring peningkatan aktivitas perdagangan, transportasi, dan akomodasi di akhir tahun.

Skenario positif ini menggarisbawahi tekad pemerintah untuk memacu disbursement di garis akhir anggaran. Sulbar telah membuktikan ketahanan ekonomi regionalnya. Hingga Oktober 2025, mesin utama pertumbuhan, yaitu sektor riil dan eksternal, bekerja secara solid. 

Konsumsi rumah tangga tetap menunjukkan tren positif, didominasi oleh kelompok makanan jadi, didorong oleh penyelenggaraan berbagai festival UMKM dan efek program MBG. Sementara itu, sektor eksternal, yang didominasi oleh komoditas unggulan seperti Lemak &  Minyak Hewani/Nabati (CPO), memberikan dorongan fiskal yang masif. 

Kenaikan harga referensi CPO menjadi USD 963,61/MT pada Oktober 2025 mendorong peningkatan penerimaan Bea Keluar, yang secara drastis meningkatkan penerimaan negara regional.

Namun, pandangan positif ini harus disokong oleh intervensi yang direncanakan. Optimisme proyeksi Triwulan IV sangat bergantung pada asumsi bahwa sektor konstruksi dan administrasi pemerintahan akan memberikan dorongan signifikan melalui percepatan realisasi belanja modal dan belanja pegawai. 

Inilah momen krusial untuk mengaktifkan kembali peran pemerintah sebagai penggerak ekonomi, khususnya pada komponen investasi dan konsumsi publik. Hingga 31 Oktober 2025 sesua data ALCo menunjukkan adanya bottleneck fiskal yang serius. 

Kontraksi Belanja Negara sebesar 13,31 % (y-on-y) adalah manifestasi dari penyerapan anggaran yang lambat. Kontraksi ini terutama disebabkan oleh anjloknya Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sebesar 26,51 % (y-on-y), yang dipicu oleh penurunan belanja modal sebesar 50,68 % . 

Sesuai dengan Teori Keynesian, realisasi belanja pemerintah adalah komponen penting dari permintaan agregat. Ketika belanja modal terhambat parah, potensi efek multiplier yang seharusnya mengalir ke sektor konstruksi, tenaga kerja, dan industri pendukung akan lenyap. 

Penurunan realisasi belanja modal yang mencapai setengah dari periode sebelumnya, disebabkan oleh keterlambatan pembukaan blokir anggaran, jelas membatasi waktu lelang dan pelaksanaan kegiatan. Selain itu, Transfer ke Daerah (TKD) juga terkontraksi 5,75 % (y-on-y).

Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh belum tersalurnya DAU Specific Grant untuk dukungan penggajian PPPK Formasi Daerah dan perlambatan penyaluran DAK Non Fisik. Padahal, bagi Sulbar, yang rasio PAD terhadap total Pendapatan Daerahnya hanya 14,97 % , TKD adalah urat nadi utama keberlangsungan program pembangunan.

Lambatnya penyaluran ini, ditambah dengan kondisi di mana saldo kas akhir pemerintah daerah meningkat, berpotensi menciptakan kontraksi Jumlah Uang Beredar (JUB), memberikan sinyal moneter kontraksi yang dapat mendinginkan gairah investasi regional.

Untuk Keberlanjutan Ekonomi dan memastikan proyeksi Triwulan IV 2025 tercapai dan momentum pertumbuhan berlanjut ke tahun berikutnya, diperlukan diskresi fiskal segera dan kebijakan struktural :

1. Akselerasi Belanja

Pemerintah harus segera mengaktifkan langkah-langkah darurat untuk mengefektifkan belanja. Kanwil DJPb bersama KPPN harus segera melaksanakan pertemuan one-on-one dengan Satker yang memiliki penyerapan belanja modal dan barang yang rendah. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa anggaran yang sempat tertahan dapat dicairkan dan digunakan untuk proyek-proyek yang dapat diselesaikan di akhir tahun, sehingga memberikan dorongan fiskal yang diperlukan, dan juga membantu peningkatan penerimaan pajak di Sulbar. Demikian pula, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus melakukan monitoring intensif
terhadap penyaluran TKD, khususnya terkait gaji PPPK dan tunjangan guru, agar likuiditas Pemda segera pulih.

2. Autonomi Fiskal

Secara jangka panjang, Sulbar harus mengatasi penyakit strukturalnya: Kemandirian Fiskal yang Rendah. Untuk itu, Pemda harus secara fundamental fokus pada pengembangan ekonomi wilayah, khususnya mendorong hilirisasi industri. Memperkuat hilirisasi komoditas unggulan adalah strategi kunci Neo-Klasik untuk meningkatkan nilai tambah, yang pada gilirannya akan memperluas basis Pajak Daerah (PAD) dan mengurangi ketergantungan pada TKD. Investasi pemerintah dalam program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) harus dioptimalkan dengan memastikan business matching antara KDKMP dan eksportir, memotong rantai distribusi, dan meningkatkan harga jual di tingkat petani.

3. Adaptasi Kesiapan

Penyaluran Dana Investasi Pemerintah untuk program KDKMP senilai Rp16 Triliun masih terkendala karena kesiapan penerima dana yang belum optimal. Risiko kegagalan serap ini (risiko Dana Idle) harus diatasi dengan cepat melalui pendampingan intensif dari perbankan dan pemerintah. Bank yang menerima Penempatan Uang Negara harus berperan aktif memberikan edukasi mengenai persyaratan dan mekanisme pembiayaan, terutama dalam penyusunan proposal dan model bisnis KDKMP.

Keberhasilan Sulbar mencapai target proyeksi Triwulan IV 2025 danmemastikan pertumbuhan yang berkelanjutan sangat bergantung pada kecepatan dan efektivitas intervensi fiskal segera oleh pemerintah daerah dan pusat. Akselerasi belanja hari ini bukan sekadar tugas administrasi, tetapi merupakan investasi strategis untuk masa depan Sulbar yang lebih mandiri, stabil, dan positif.(*)

Sumber: Tribun sulbar
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Perokok Pemula dan Dilema Budaya

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved