Mamuju

Sejak 2012, Ada 17 Perkawinan Campur di Mamuju, Mulai WNA Turki,India, hingga Jerman

Mereka berasal dari sedikitnya sepuluh negara, seperti Malaysia, Turki, Tiongkok, India, dan Jerman.

Penulis: Suandi | Editor: Abd Rahman
AI Gemini
ILUSTRASI NIKAH CAMPUR- Kantor Imigrasi Kelas II Non-TPI Mamuju mencatat sebanyak 77 warga negara asing (WNA) telah menikah dengan warga Mamuju sejak tahun 2012 hingga 2025. 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Kantor Imigrasi Kelas II Non-TPI Mamuju mencatat sebanyak 77 warga negara asing (WNA) telah menikah dengan warga Mamuju sejak tahun 2012 hingga 2025.

Dari jumlah tersebut, 16 di antaranya merupakan laki-laki dan hanya satu perempuan. 

Mereka berasal dari sedikitnya sepuluh negara, seperti Malaysia, Turki, Tiongkok, India, dan Jerman.

Baca juga: Siswa SMKN 1 Pasangkayu Menderita Akibat Debu Truk, Pembelajaran Terganggu dan Siswa Sering Sakit

Baca juga: TKD Pasangkayu Cuma Rp267 M, Kepala BPKAD Sebut Hanya Cukup Biayai Gaji Aparatur

Kepala Kantor Imigrasi Mamuju, V. Yosa Anggara, menjelaskan pihaknya terus memperkuat pengawasan terhadap keberadaan WNA, terutama yang terlibat dalam perkawinan campur.

“Kami ingin memastikan setiap WNA yang menikah dengan warga lokal memiliki dokumen yang lengkap dan sah, mulai dari izin tinggal hingga status perkawinan,” ujar Yosa, saat ditemui di Kantor Imigrasi Mamuju, Jl H Abd Malik Pettana Endeng, Keluruhan Rangas, Kecamatan Simboro, Kabupaten Mamuju, Jumat (10/10/2025).

Pengawasan dilakukan melalui Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian, dengan pengecekan langsung ke lapangan. 

Tim Imigrasi turun di dua lokasi, pada Kamis (9/10/2025), yaitu Jalan Abdul Malik Pattana Endeng dan Jalan MH Tamrin, untuk memeriksa legalitas dokumen dua WNA masing-masing Cao Linyong (asal Tiongkok) dan Bolca Hayretin (asal Turki).

Yosa menyebut operasi ini bagian dari upaya Imigrasi dalam mencegah pelanggaran izin tinggal dan memberikan kepastian hukum bagi para WNA di Mamuju.

Selain pemeriksaan dokumen, petugas juga melakukan edukasi kepada masyarakat terkait prosedur dan risiko yang mungkin timbul dari perkawinan campur.

“Kami tidak hanya menindak, tetapi juga mengedukasi masyarakat agar memahami aturan dan tidak terjebak dalam persoalan hukum atau sosial di kemudian hari,” tambah Yosa.(*)

Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com, Suandi

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved