Mamuju Tengah

Bantu Suami, Warga Topoyo Mateng Manfaatkan Pekarangan Budidaya Entok

Menurutnya, budidaya entok dipilih karena perawatannya relatif mudah dan tidak memerlukan lahan luas.

Penulis: Sandi Anugrah | Editor: Abd Rahman
Sandi Anugrah
BUDIDAYA ENTOK - Budidaya entok di pekarangan rumah warga Desa Topoyo, Kecamatan Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, Senin (24/11/2025). (Sandi/Tribun) 

Ringkasan Berita:
  • Yaya (27), seorang ibu rumah tangga di Desa Topoyo, Mamuju Tengah (Mateng), berhasil memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk berbudidaya entok (manila) selama dua tahun sebagai sumber tambahan pendapatan keluarga.
  • Yaya memilih budidaya entok karena perawatannya relatif mudah, tidak memerlukan lahan luas, serta dikenal tahan penyakit dan memiliki pertumbuhan cepat
  • Entok dijual dengan harga per ekor mulai dari Rp60 ribu hingga Rp200 ribu (untuk jenis jantan)

 

 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU TENGAH – Seorang ibu rumah tangga, Yaya (27) memanfaatkan pekarangan rumahnya di Desa Topoyo, Kecamatan Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng), Sulawesi Barat berbudidaya entok atau manila.

Ia menunjukkan kreativitas dan semangat berwirausahanya dalam membantu perekonomian suaminya.

Yaya mengatakan , kegiatan ini tidak hanya menjadi sumber tambahan pendapatan.

Baca juga: Kronologi Penipuan IKD: Warga Kumasari Kehilangan Rp20 Juta Usai Ikuti Arahan Pelaku

Baca juga: Eks Pj Kades Tapandullu Korban Murni, Kuasa Hukum Terkejut: Pencuri DD Rp388 Juta Mantan Bos Bank

Tetapi juga mendorong ketahanan pangan keluarga di tingkat komunitas.

Menurutnya, budidaya entok dipilih karena perawatannya relatif mudah dan tidak memerlukan lahan luas.

Ia menjelaskan, unggas ini dikenal tahan terhadap penyakit dan memiliki pertumbuhan cepat.

Sehingga cocok dibudidayakan secara mandiri di rumah.

“Alhamdulillah, Saya sudah sekitar dua tahun berbudidaya entok, bantu-bantu suami Pak," ucap Yahya, Ibu rumah tangga di Desa Topoyo, Kecamatan Topoyo, Mateng, Senin (24/11/2025). 

Selain konsumsi pribadi, hasilnya seperti telur dan daging entok dapat dijual langsung ke pasar atau ke pengepul.

Harga per-ekor mulai Rp60 ribu hingga Rp150 ribu.

"Paling mahal jenis jantan bisa tembus Rp150 ribu hingga Rp200 ribu, adapun betina sekitar Rp60 ribu,” ujar Yaya.

Yaya menambahkan, selain nilai ekonominya, budidaya entok juga memberikan manfaat lain. 

Kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik berkualitas untuk tanaman di pekarangan yang sama.

Sumber: Tribun sulbar
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved