Berita Pasangkayu

DPRD Pasangkayu Akan Bentuk Tim Terpadu Tuntaskan Masalah Penetapan Hutan Lindung di Lariang

Yani juga mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kembali status ini, serta meminta DPRD Pasangkayu mengeluarkan surat rekomendasi agar kawasan bebas

Penulis: Taufan | Editor: Ilham Mulyawan
Tangkapan layar
Tokoh Masyarakat Lariang Yani Pepi Adriani saat memberi penjelasannya terkait maslaah lahan di Lariang Pasangkayu, dalam RDP di Kantor DPRD 

TRIBUN-SULBAR.COM,PASANGKAYU - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pasangkayu melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) lanjutan bersama Aliansi Masyarakat Lariang Bersatu.

RDP dilaksanakan di Ruang aspirasi kantor DPRD Pasangkayu, Jl Poros Majene-Mamuju, Kelurahan Pasangkayu, Kecamatan Pasangkayu Sulawesi Barat (Sulbar), pada Selasa (10/9/2024)

Melibatkan sejumlah pemuda beserta kepala desa Lariang, juga turut dihadiri oleh perwakilan Dinas kehutanan dan BPN Pasangkayu.

RDP kali ini, buntut dari tuntutan masyarakat Lariang dalam orasi di depan kantor DPRD Pasangkayu pada Senin (9/9/2024) kemarin.

Tuntutan mereka merujuk pada permasalahan sejumlah tanah masyarakat Lariang yang diklaim oleh Dinas kehutanan masuk dalam kawasan Hutan Lindung (HL).

Mereka kemudian meminta kepada Dinas Kehutanan, agar lokasi yang sudah ditempati masyarakat itu dan sudah bersertifikat, segera dikeluarkan dari kawasan HL.

Tokoh masyarakat Lariang, Yani Pepi Adriani yang turut hadir dalam RDP itu mengatakan bahwa dia dan masyarakat sekitar tak terima jika Kalindu disebut masuk dalam kawasan hutan lindung.

Baca juga: Temukan Jejak Kaki Pemilik Perahu Terbakar di Desa Kire Mateng Curigai OTK, Sudah Lapor Polisi

Baca juga: Turnamen Bulu Tangkis Bebas Cup Bukti Komitmen BESTI untuk Kembangkan Olahraga Polman

Kata Yani, Kalindu termasuk kampung tertua di Pasangkayu yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka.

Dulunya berdiri PT Perkebunan Kelapa Lariang (Perkela) yang awalnya bernama Concessie Nieuw Lariang sekitar tahun 1920-an.

Kemudian tahun 1960-an dimohonkan HGU atas nama PT. Perkela terletak di Kalindu, Desa Lariang, luasnya 226 Hektar. Lalu tahun 1966 menjadi HGU PT. Perkela.

"Sedangkan UU nomor 5 tentang ketentuan pokok kehutana baru keluar 1967, artinya selisih satu tahun dari keluarnya HGU PT Perkela itu," kata Yani.

"Kalau proses hukum biarkan berjalan terkait persoalan, saya orang asli disini ingin menjelaskan yang sebenarnya terjadi. Kalau kita berbicara PT Perkela sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Apa yang mau dibicarakan tidak ada aturan mengena, say ada bukti," terangnya. 

Yani juga menuturkan, tepatnya tahun 2007 dimohonkan HGU baru (perpanjangan). Dan tahun 2009/2010 terbit HGU baru (perpanjangan) dan diberikan perpanjangan seluas kurang lebih 150 hektar.

Sisanya kemudian menjadi tanah objek landreform Desa Lariang, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Mamuju Utara (sekarang Pasangkayu) dengan nomor: 59/png/19/2009 tanggal 21 Oktober 2009 tentang Penegasan Tanah yang Dikuasai Kangsung oleh Negara sebagai Objek Landreform, luasnya kurang lebih 48 hektar.

Yani juga mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kembali status ini, serta meminta DPRD Pasangkayu mengeluarkan surat rekomendasi agar kawasan tersebut dibebaskan.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved