Kolom
Kehampaan Pidato
Mulai dari jenis orasi ilmiah, kampanye partai politik, khotbah menebar pesan Tuhan di atas mimbar, presenter, moderator maupun yang sejenisnya.
Kesalahan fatal ketika mulai menganggap remeh ketiga hal tersebut.
Bahkan dari seorang ulama menyebutkan, ceramah yang tidak dipersiapkan dengan matang, lebih berbahaya dari pasien yang kehabisan darah.
Susunlah alur pesan dengan cermat. Mana yang mesti didahulukan, mana yang memerlukan pengulangan sebagai tanda penegasan, serta mana yang akan menjadi bagian penutup.
Lalu hafal dengan baik. Latihlah otak anda menjadi memory penyimpanan dari berbagai pesan-pesan baik. Biarkan otak anda bekerja menumpuk segala pesan kebaikan.
Hingga tak tersisa lalgi untuk hal-hal yang tak memberi maslahat.
Maka berpidato tidaklah cukup hanya dengan mengandalkan ketajaman logika.
Dibutuhkan ketangkasan dalam memaparkan pembuktian dan tarikan emosi yang dalam.
Naik dan turunnya volume suara, atau hadirnya pesan-pesan yang menggetarkan jiwa, mengundang tangis dan tawa adalah bagian yang tak mudah diperankan, jika tidak memiliki tarikan emosi yang dalam.
Karenanya, kecakapan menyampaikan pesan dalam pidato sangatlah penting. Bukan sekadar pada apa yang disampaikan. Melainkan, bagaimana menyampaikannya.
Pentingnya merawat isi pidato setara dengan pentingnya memahami cara menyampaikan.
Bahkan pada sebagian pandangan menyebut, metode lebih penting dari pada materi.
Sebaliknya, kata Cicero, kata-kata tanpa subtansi adalah hampa. Rem tene, verba sequentur. Cengkramlah perkaranya, kata-kata akan menyusul.
Siapa yang tampil tanpa persiapan, maka ia akan turun tanpa penghormatan. Itu menurut Cicero.
Menurut saya, lupa pada konsep pidato sama berbahanya dengan lupa waktu. Maka, berhentilah sebelum diberhentikan!
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.