Kolom
Kehampaan Pidato
Mulai dari jenis orasi ilmiah, kampanye partai politik, khotbah menebar pesan Tuhan di atas mimbar, presenter, moderator maupun yang sejenisnya.
Jika anda tak berhasil melakukannya dengan baik, itulah kegagalan yang mesti diterima oleh sang Orator.
Sekali lagi, berhenti adalah tindakan menyelamatkan wibawa dan kehormatan.
Itu sebabnya, jangan mudah terlena. Karena, tidak semua tepuk tangan hadirin dapat dipahami sebagai respon positif.
Boleh jadi sebaliknya, tepukan yang gemuruh sebagai tanda gembira atas berakhirnya pidato yang hampa itu.
Lalu, adakah yang dapat menuntun agar bakat orasi maupun pidato dapat terus terawat, terjaga dan terhormat?
Seorang filosof, namanya Marcus Tullius Cicero, lahir 3 Januari 106 SM di Arpinum, di sebuah Kota yang berjarak kira-kira 70 mil ke arah tenggara Kota Roma, Ia berhasil merumuskan sejumlah perangkat penting bagi setiap orang yang hendak berpidato.
Bagi Cicero, penting bagi manusia untuk merawat kodrat yang diberikan oleh Tuhan.
Salah satunya lewat kemampuan bertutur. Kodrat ini sepatutnya diakrabkan dengan seni bertutur yang tetap memperhatikan ruang dan waktu.
Sebab pada setiap tempat ada cara menuturkan. Sebaliknya pada setiap penuturan, ada tempat yang tepat menyampaikan.
Demikian halnya dalam pidato yang diselingi humor. Tidak semua jenis humor terasa pantas untuk disampaikan.
Pada segmentasi masyarakat tertentu boleh jadi dianggap patut.
Namun, pada kelompok yang lain, justeru dipandang sebagai tanda hilangnya karakter keadaban.
Ini tentu bukan pekerjaan tipu muslihat. Apalagi mengandung perubahan secepat kilat
Bagi mereka yang bersungguh-sungguh, latihan dan latihan adalah bagian dari cara menikmati pemberian dan kesempatan dari Tuhan.
Agar penuturan menghasilkan keragaman pilihan diksi, anda hanya butuh etos membaca agar tak berada pada zona miskin kosa kata.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.