Opini
Wajah Baru Pendidikan Indonesia
Pendidikan bukan sekadar urusan ruang kelas, tetapi denyut kehidupan bangsa di masa mendatang
Tidak ada sekolah hebat tanpa guru yang berbahagia. Dan kebahagiaan itu, dalam konteks pendidikan nasional, bermula dari penghargaan yang layak terhadap profesi seorang guru.
Kemendikdasmen telah mengalokasikan Rp13,2 triliun untuk mendukung kesejahteraan dan kompetensi guru.
Termasuk di dalamnya tunjangan profesi bagi 785 ribu guru non-ASN, Bantuan Subsidi Upah (BSU) untuk 253 ribu guru PAUD nonformal, fasilitasi pendidikan S1/D4 bagi 16.197 guru, serta sertifikasi PPG bagi 804 ribu guru.
Mulai pertengahan 2025, insentif sebesar Rp300 ribu per bulan diberikan kepada guru non-ASN selama tujuh bulan, total Rp2,1 juta per guru sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi mereka. Ini bukan sekadar angka, tapi pesan moral bahwa kesejahteraan guru adalah investasi yang sangat berharga bagi masa depan bangsa.
Sebab guru yang dihormati akan melahirkan murid yang beradab. Dan guru yang sejahtera akan mengajar dengan hati serta penuh ketulusn, bukan hanya dengan kewajiban.
Dimikin juga di sekolah, ia bukan sekadar tempat belajar, melainkan jantung peradaban. Karena itu, pemerintah terus memperkuat daya hidup satuan pendidikan melalui program revitalisasi sekolah.
Dengan anggaran Rp16,97 triliun, dari target awal 10.440 satuan pendidikan, kini telah direvitalisasi 15.523 sekolah melampaui target lebih dari 50 persen.
Sekolah-sekolah itu kini bukan hanya gedung megah, tetapi pusat perubahan sosial, dimana tempat anak-anak menemukan makna, dan guru menyalakan cahaya ilmu.
Di sisi lain, digitalisasi pendidikan menjadi tonggak penting transformasi zaman. Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2025, lebih dari 285.000 satuan pendidikan, mulai dari PAUD hingga SKB, kini difasilitasi untuk mengakses pembelajaran digital.
Ini adalah bentuk nyata pemerataan akses pengetahuan agar tidak ada lagi kesenjangan antara anak di kota besar dan yang belajar di pelosok negeri. Digitalisasi bukan sekadar perangkat, melainkan ekosistem pembelajaran yang menumbuhkan kolaborasi. Di dalamnya ada guru, siswa, dan orang tua berinteraksi dalam ruang baru yang lebih terbuka dan adaptif.
Dalam kerangka keadilan sosial, pemerintah juga telah menjalankan Program Indonesia Pintar (PIP) dengan anggaran Rp13,5 triliun untuk 18,5 juta siswa penerima manfaat, serta Beasiswa Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) senilai Rp127 miliar bagi 4.679 siswa dari daerah 3T.
Langkah ini menegaskan bahwa kemiskinan tidak boleh menjadi alasan untuk berhenti belajar. Pendidikan harus menjadi jalan keluar dari kemiskinan, bukan sekadar hak istimewa bagi yang mampu.
Sementara itu, untuk menjaga ritme operasional sekolah, pemerintah menyalurkan Rp59,3 triliun melalui Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) kepada lebih dari 50 juta peserta didik di 422 ribu satuan pendidikan.
Guna memperkuat kinerja guru ASN, Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik sebesar Rp70 triliun disalurkan melalui tiga skema: Tunjangan Profesi Guru (TPG) untuk 1,52 juta guru, Dana Tambahan Penghasilan (DTP) bagi 332 ribu guru, dan Tunjangan Khusus (TKG) untuk 62 ribu guru di wilayah terpencil.
Semua capaian itu menggambarkan arah baru pembangunan pendidikan kita. Secara ideologis, pendidikan menjadi instrumen keadilan dan pemberdayaan.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/sulbar/foto/bank/originals/Furqan-Mawardi-Dosen-Universitas-Muhammadiyah-Mamuju-Sulawesi-barat.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.