Utang Kereta Cepat

Segini Utang Kereta Cepat dari Gagasan Jokowi, Menkeu Purbaya Tolak Keras Dibayar Lewat APBN

Proyek strategis nasional yang didanai utang pemerintah kepada China tersebut kini dinilai menjadi beban keuangan negara.

Editor: Nurhadi Hasbi
Pramono Anung
KERETA CEPAT - Saat Jokowi dan Prabowo bersama menaiki kereta MRT dari Stasiun Lebak Bulus, Sabtu (12/7/2019). Pertemuan ini bersejarah karena menandakan rekonsiliasi di antara dua kubu yang selama ini membuat masyarakat terbelah sepanjang pemilihan presiden. 

Prasetyo menegaskan, proyek Whoosh merupakan bagian dari moda transportasi publik yang perlu didukung pengembangannya.

"Faktanya, Whoosh kini menjadi salah satu moda transportasi yang sangat membantu mobilitas masyarakat, terutama dari Jakarta ke Bandung," ungkapnya.

Ia juga mengungkapkan wacana pemerintah memperpanjang rute kereta cepat hingga ke Surabaya, Jawa Timur.

"Kita ingin agar proyek ini berkembang, tidak hanya berhenti di Jakarta–Bandung, tapi bisa sampai ke Surabaya," ujar politikus Partai Gerindra itu.

Utang dan Cost Overrun Membengkak

Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung awalnya dirancang sebagai proyek kerja sama murni antarperusahaan (business to business/B2B).

Namun, dalam pelaksanaannya, pemerintah terpaksa menggelontorkan dana APBN untuk menyelamatkan proyek akibat pembengkakan biaya (cost overrun).

KCIC, perusahaan patungan Indonesia–China yang mengelola proyek, mencatatkan kerugian triliunan rupiah sejak masa pembangunan.

Mayoritas saham KCIC dimiliki PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), konsorsium BUMN yang dipimpin PT KAI.

Kerugian tersebut menjadi beban keuangan bagi empat BUMN Indonesia pemegang saham di PSBI.

Biaya konstruksi membengkak dari rencana awal, membuat perusahaan harus menanggung tambahan kewajiban berupa utang pokok dan bunga.

Rincian Utang dan Bunga

Mengutip data dari Kompas.com, total investasi proyek KCJB mencapai 7,27 miliar dolar AS atau sekitar Rp120,38 triliun (kurs Rp16.500).

Sekitar 75 persen dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB) dengan skema bunga tetap (fixed) sebesar 2 persen per tahun selama 40 tahun.

Skema ini ternyata jauh lebih mahal dibandingkan proposal Jepang yang menawarkan bunga hanya 0,1 persen per tahun.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved