Nasional

Ekonom UNUSIA Ingatkan Menkeu Fokus Kawal Kebijakan

Aras menekankan perlunya inovasi perbankan dalam menyalurkan dana ke sektor agraria dan maritim.

Editor: Nurhadi Hasbi
Istimewa
EKONOM Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Muhammad Aras Prabowo 

Oleh: Muhammad Aras Prabowo
(Ekonom UNUSIA)

KEBIJAKAN fiskal Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam beberapa bulan terakhir patut diapresiasi. Namun, apresiasi ini harus dibarengi dengan kewaspadaan dan pengawasan serius agar tidak hanya berhenti sebagai wacana populis.

Program besar seperti penyaluran Rp 200 triliun dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) ke bank-bank Himbara untuk pembiayaan sektor padat karya dan UMKM, misalnya, harus memiliki ukuran kinerja yang jelas. Dana sebesar itu tidak boleh menguap tanpa hasil nyata bagi rakyat kecil.

Menurut Dr. Muhammad Aras Prabowo Ekonom Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), kebijakan tersebut adalah langkah progresif, tetapi sangat bergantung pada efektivitas pelaksanaannya.

“Kebijakan ini tidak boleh hanya menjadi respon reaktif terhadap situasi ekonomi jangka pendek. Pemerintah dan perbankan harus memastikan bahwa inovasi yang dilakukan benar-benar tepat sasaran,” tegasnya.

Artinya, dana yang disalurkan wajib menyentuh pelaku UMKM, petani, dan nelayan, bukan berhenti di level korporasi menengah ke atas.

Aras menekankan perlunya inovasi perbankan dalam menyalurkan dana ke sektor agraria dan maritim.

“Perbankan harus mengubah pendekatannya dengan mempertimbangkan dimensi sosiologis petani dan nelayan. Pola pengembalian kredit tidak bisa disamakan dengan dunia industri formal. Harus memperhitungkan musim tanam, masa panen, dan periode melaut,” katanya.

Ia mencontohkan Bank BRI sebagai lembaga yang cukup berhasil membangun komunikasi produktif dengan petani dan nelayan.

Model seperti ini bisa dijadikan acuan bagi bank-bank Himbara lainnya agar dana Rp 200 triliun tersebut betul-betul produktif dan tidak sekadar menjadi angka pencitraan.

Kebijakan lain yang juga menimbulkan pro dan kontra adalah pengurangan transfer ke daerah.

Menkeu Purbaya menyebut langkah ini sebagai upaya efisiensi agar dana yang tidak terserap bisa dialihkan ke prioritas lain.

Namun, Aras menilai bahwa kebijakan ini dapat menimbulkan persepsi negatif di daerah.

“Pengurangan transfer bisa ditafsirkan sebagai pemangkasan sumber daya lokal. Tapi jika dikawal dengan sistem yang berbasis kinerja, justru bisa mendorong kompetisi positif antar kepala daerah,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa penilaian harus didasarkan pada kinerja keuangan daerah dan keberpihakan terhadap rakyat, bukan hubungan politik dengan pemerintah pusat.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved