Kemenkum Sulawesi Barat

KUHP Baru: Bersama Mewujudkan Masyarakat Aman, Tertib, dan Berkeadilan

Menurut Febian, KUHP baru lebih mencerminkan nilai-nilai kepribadian bangsa, khususnya Pancasila, budaya Indonesia, dan kehidupan modern.

Editor: Nurhadi Hasbi
Humas Kemenkum Sulbar
SHARING SESSION - Divisi P3H, John Batara, mewakili Kakanwil Kemenkum Sulbar, Sunu Tedy Maranto, menghadiri sharing session bersama Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) secara virtual. 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU – Kepala Divisi P3H, John Batara, mewakili Kakanwil Kemenkum Sulbar, Sunu Tedy Maranto, menghadiri sharing session bersama Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) secara virtual.

Kegiatan ini membahas Isu Aktual (SE-IA) Pos Bantuan Hukum (Posbakum) Desa/Kelurahan dengan tema “Ketertiban Umum dalam KUHP Baru: Bersama Mewujudkan Masyarakat Aman, Tertib, dan Berkeadilan”, Kamis (12/9/2025).

Narasumber dalam kegiatan ini, Febian Adiasta NB, S.H., menjelaskan bahwa tindak pidana terhadap ketertiban umum diatur dalam KUHP baru, tepatnya dalam Bab VII Pasal 256–267.

Baca juga: Kanwil Kemenkum Sulbar Dampingi Penyusunan Raperda Majene, Perkuat Muatan Subtansi Nilai HAM

“Perubahan KUHP ini merupakan tonggak bersejarah dalam sistem hukum pidana Indonesia,” ujarnya.

Menurut Febian, KUHP baru lebih mencerminkan nilai-nilai kepribadian bangsa, khususnya Pancasila, budaya Indonesia, dan kehidupan modern.

Ia menyebutkan, KUHP baru mengatur sanksi tegas terhadap tindakan yang menimbulkan keributan di tempat umum, seperti kebisingan berlebih, perkelahian, atau gangguan ketenangan masyarakat.

Selain itu, KUHP juga mengatur penyalahgunaan kebebasan berekspresi, termasuk ujaran kebencian, penyebaran hoaks, serta konten yang berpotensi memecah belah persatuan bangsa.

Pengaturan ini terutama menyasar media sosial dan platform digital yang kerap digunakan tanpa batas.

Perusakan fasilitas umum, seperti vandalisme, juga dikenakan sanksi lebih proporsional dengan mempertimbangkan nilai kerugian dan dampaknya terhadap masyarakat.

“Kebebasan tetap ada, tetapi harus dijalankan dengan tanggung jawab terhadap sesama dan lingkungan,” tegasnya.

Sementara itu, Wusta Sy. Soleman, seorang kepala desa di Maluku Utara, turut membagikan pengalamannya sebagai mediator dalam penyelesaian masalah hukum dan ketertiban umum melalui Posbakum.

Ia mengatakan, dirinya tidak bekerja sendiri. Penyelesaian dilakukan bersama paralegal, pemuka agama, kepala adat, babinsa, bahkan melibatkan advokat, jaksa, dan polisi.

Semua pihak turut berperan dalam penerapan mekanisme keadilan restoratif tanpa harus melibatkan proses hukum lebih lanjut di kepolisian, kejaksaan, atau pengadilan.

Baca juga: Kakanwil Kemenkum Sulbar Pimpin Harmonisasi 7 Rancangan Produk Hukum Majene dan Mamuju

Wusta mencontohkan, kasus perkelahian di desanya diselesaikan melalui pendekatan kekeluargaan.

Para pihak diajak berdamai dengan mengedepankan musyawarah dan mufakat, sesuai budaya lokal.

Kesepakatan perdamaian kemudian dituangkan dalam surat perjanjian bersama.

Surat tersebut menjadi dasar hukum jika pelanggaran kembali terjadi. Kasus akan dilanjutkan ke proses pidana sesuai aturan yang berlaku.

Ia juga memaparkan penyelesaian kasus lain, seperti pencurian yang diselesaikan dengan kesepakatan ganti rugi, serta perselingkuhan yang diselesaikan dengan perdamaian restoratif.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved