Mamuju

Kisah Jumriah, Sejak 2006 Jadi Nakes Hingga Pejuang Covid-19, Tak Diakomdir PPPK Paruh Waktu

Sebagai perempuan Jumriah memiliki keluarga harus dinafkahi, dapur rumah harus tetap menyala untuk tetap bisa hidup.

|
Editor: Abd Rahman
suandi
Nakes Demo - Ratusan tenaga kesehatan (nakes) di Kabupaten Mamuju mendatangi Gedung DPRD Kabupaten Mamuju, Jl Jendral Ahmad Yani, Keluruhan Binanga, Kecamatan Mamuju, Jumat (12/9/2025). Kedatangan mereka bukan untuk bersorak gembira, melainkan menyampaikan aspirasi yang sudah lama terpendam terkait kebijakan penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu. 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Cerita Jumriah (37) tenaga kesehatan (Nakes) di Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar), ia mengabdi sudah selama 19 tahun sebagai tenaga honorer dan juga kontrak.

Sejak 2006, Jumriah berdedikasi melayani masyarakat di salah satu puskesmas dengan upah yang sangat jauh dari kata layak, hanya Rp 180 ribu per bulan. 

Bahkan, ia mengaku kadang hanya mengandalkan rezeki dari rekan-rekannya yang berstatus ASN.

Baca juga: Rekomendasi Destinasi Wisata untuk Warga Sulbar Liburan di Makassar, Air Terjun Bissappu

Baca juga: 27 Pati Polri Naik Pangkat, 3 Kapolda Pecah Bintang Dua, 2 Irjen Jadi Komjen

Sebagai perempuan Jumriah memiliki keluarga harus dinafkahi, dapur rumah harus tetap menyala agar tetap bisa menyambung hidup.

Disisi lain, dedikasi Jumriah menjadi seorang nakes tak pernah pupus, bahkan harus berhenti karena desakan ekonomi. Ia tetap bekerja melayani masyarakat di Puskesmas.

Pengalaman berharga menjadi garda terdepan saat pandemi Covid-19 pun tak bisa dilupakan.
 
Ia bersama rekan-rekannya berjuang sebagai relawan mempertaruhkan nyawa demi melayani pasien di tengah ancaman virus mematikan.

Kenangan itu membuat Jumirah makin lirih.

Namun, perjuangan selama belasan tahun itu membuat Jumriah harus meneteskan air matanya disaat namanya tidak terakomodir sebagai  Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh Waktu Kabupaten Mamuju.

Pada rapat dengar pendapat (RDP) di gedung DPRD Mamuju, Jumriah tak kuasa menahan tangisnya. 

Ia menyampaikan rasa kecewa yang mendalam karena pemerintah kabupaten tidak mengusulkan namanya dan ratusan nakes lain ke formasi PPPK paruh waktu tahun ini.

Bahkan ia tak kuasa menahan tangis saat menceritakan semua jejak perjuanganya selama di menjadi nakes.

Jumiriah telah bekerja sebagai nakes sejak 2006, sebelum diangkat sebagai tenaga kontrak pada 2012. 

Jumiriah mengaku kecewa karena pemerintah kabupaten tidak mengusulkan dirinya dan ratusan nakes lain ke formasi PPPK paruh waktu tahun ini.

Rasa ketidakadilan semakin dirasakan. 

Jumiriah menuturkan, beban kerja dijalani sama beratnya dengan ASN, tetapi kesejahteraan mereka sangat timpang.

“Kami sama-sama melayani pasien. Tapi ASN digaji, kami tidak. Bedanya hanya di status, tapi kerjaannya sama,” katanya.

Dengan suara parau, ia menyampaikan satu harapan sederhana, agar pemerintah membuka mata terhadap nasib nakes seperti dirinya.

“Kami hanya minta diusulkan jadi PPPK. Nakes itu jantungnya Indonesia. Kalau tidak ada nakes, Indonesia sakit,” tutur Jumiriah.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved