RSUD Sulbar Tolak Pasien

Nakes RSUD Sulbar Tolak Pasien Lakalantas di Mamuju Langgar Pasal 174 UU Kesehatan, Potensi Dipidana

Editor: Ilham Mulyawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DOKTER BISA DIPIDANA - Pengacara Busman Rasyid mengatakan kasus korban lakalantas ditolak Tenaga medis RSUD Sulbar bisa dipidana. Sebelumnya, korban kecelakaan di Mamuju, Sulawesi Barat bernama Hendra (40) yang ditolak ditangani RSUD Sulbar hingga korban meninggal dunia, dianggap masuk perbuatan melanggar hukum.

TRIBUN-SULBAR.COM - Kasus korban kecelakaan di Mamuju, Sulawesi Barat bernama Hendra (40) yang ditolak ditangani RSUD Sulbar hingga korban meninggal dunia, dianggap masuk perbuatan melanggar hukum.

Hal ini disampaikan pengacara asal Mamuju, Busman Rasyid.

Busman mengatakan, penolakan yang dilakukan pihak IGD RSUD Sulawesi Barat merupakan perbuatan melanggar hukum.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Kesehatan (UU Kesehatan) melarang rumah sakit menolak pasien gawat darurat, Pasal 174 ayat (2) UU Kesehatan menyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan tidak boleh menolak pasien dalam kondisi gawat darurat, meminta uang muka, atau menunda pelayanan karena urusan administratif. 

Kemudian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 174 ayat (2), menegaskan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk rumah sakit, tidak boleh menolak pasien gawat darurat dengan alasan apapun, termasuk masalah administrasi. 

Baca juga: Pasien Belum Sembuh dan Meninggal Dunia Usai 5 Jam Usai Keluar dari RSUD Hajja Andi Depu Polman

Baca juga: Ombudsman: 17 Aduan Sejak 2013 Terkait Buruknya Layanan di RSUD Sulbar

Penolakan pasien gawat darurat oleh rumah sakit dapat berakibat sanksi hukum, termasuk sanksi pidana, seperti yang diatur dalam Pasal 174 ayat (2) UU Kesehatan dan Pasal 190 UU Kesehatan. 

"Gawat darurat didefinisikan sebagai keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis, segera untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut," ujar Busman Rasyid.

Pasien kata dia, memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, termasuk pelayanan gawat darurat, tanpa adanya penolakan atau penundaan yang tidak wajar. 

"Pelayanan gawat darurat sangat penting untuk mencegah kematian, kecacatan, dan keparahan penyakit pasien," tegas Busman.

Aturan tersebut turut dipertegas melalui Pasal 275 ayat (1) UU Kesehatan yang menyebutkan bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan yang menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan wajib memberikan pertolongan pertama pada pasien dalam keadaan gawat darurat dan/atau pada bencana. 

Aturan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pasien yang berada dalam kondisi gawat darurat atau pun kritis, bisa segera mendapatkan penanganan yang diperlukan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah komplikasi lebih lanjut. 

Hendra sebelumnya meregang nyawa, diduga kehabisan darah karena tak mendapat penanganan medis di RSUD Sulbar.

Korban kecelakaan ditolak pihak RSUD Sulbar, dengan alasan IGD penuh ditambah bed atau tempat tidur pasien juga penuh, sehingga korban disarankan untuk dibawa ke rumah sakit lain.

Sayangnya, nyawa Hendra tak tertolong meski ia sempat dibawa ke RS Bhayangkara Mamuju.

Dokter IGD RSUD Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), dr Riyana dalam klarifikasinya mengatakan, bahwa korban tersebut datang sekira pukul 17.08 WITA dengan menggunakan mobil pick up.

"Jadi waktu itu perawat langsung keluar mengecek pasien (Korban) yang datang di IGD, setelah melihat ia langsung kembali masuk memanggil saya untuk melihat pasien, kemudian saya keluar melihat dan ada dua pasien di atas mobil pick up," ujar Riyana saat konferensi pers Kantor RSUD Regional Mamuju, Selasa (22/4/2025).

Konferensi pers di RSUD Regional Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), Kelurahan Simboro, Kecamatan Simboro, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar), Selasa (22/4/2025).. Dokter jaga Riyana mengatakan pihkanya meminta maaf (Andika Firdaus)

Riyana mengatakan, bahwa setelah melihat kondisi pasien, ia langsung mengecek Glasgow Coma Scale Skala (GCS) dan kesadarannya masih penuh.

Lebih lanjut Ia menjelaskan, bahwa situasi saat itu ada 31 pasien dan ada 4 perawat serta 1 dokter.

"Pada saat itu juga perawat lain sementara melakukan tindakan ke pasien lain, dan kami juga mengecek GCSnya 15 serta masih dalam kesadaran penuh maka untuk mempercepat proses penanganannya saya menyampaikan kepada rekannya untuk mengarahkan ke rumah sakit terdekat," ujarnya.

Riyana mengatakan, kondisi IGD saat itu mengalami over kapasitas, sehingga ia menyarankan pasien datang agar bisa ke rumah sakit terdekat agar segera mendapatkan pelayanan.

"Sebelum mengarahkan korban, saya meminta maaf kepada korban dan rekannya yang mengantar," ujarnya.

Riyana mengatakan, ia ingin melakukan penindakan penanganan.

"Tapi untuk pelayanan lokasinya harus steril, kami takutkan nanti ada infeksi karena melakukan penanganan dilokasi yang tidak memungkinkan,"ucapnya.

Sementara itu, Direktur RSUD Sulbar dr. Hj. Marintani Erna Dochri mengungkapkan sudah melakukan rapat internal dan di RS Regional tersebut Sumber daya Manusia (SDM) tidak relevan dengan jumlah pasien yang ada.

"Dengan 4 perawat dan 1 dokter di IGD serta menangani 31 pasien dengan kondisi hampir berapa persen itu kurang baik," ujarnya.

Marintani Erna Dochri mengatakan, bahwa pihaknya bukan menolak pasien seperti yang beredar tersebut.

"Jumlah pasien saat itu berjumlah 31 orang, 8 pasien ada duduk di kursi karena bed tidak cukup, ditambah lagi tenaga medis kurang memadai sehingga pihak IGD menyarankan pasien agar ke rumah sakit lain yang terdekat,” kata Erna. 

Sementara itu, Gubernur Sulawesi Barat, Suhardi Duka menyampaikan permohonan maafnya akibat adanya dugaan penolakan dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sulbar yang mengakibatkan pasien meninggal dunia. 

"Saya Gubernur mohon maaf atas kejadian ini yang tidak mengenakkan dan menyesakkan kita," kata Gubernur Suhardi Duka, Selasa, 22 April 2025.

Gubernur Sulbar mengaku menyesali adanya kejadian tersebut. Dia menegaskan akan mengevaluasi seluruh pejabat yang ada di RSUD Sulbar itu termasuk Standar Operasional Prosedur (SOP) nya. 

"Saya menyesalinya dan akan mengevaluasi seluruh pejabat yg ada dirumah sakit regional termasuk sop nya. Kejadian ini tidak boleh terjadi di setiap institusi pemerintah," tegas SDK. (*)