RSUD Sulbar Tolak Pasien

Ombudsman: 17 Aduan Sejak 2013 Terkait Buruknya Layanan di RSUD Sulbar

Penulis: Suandi
Editor: Munawwarah Ahmad
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kantor Ombudsman RI Perwakilan Sulbar di Jalan Abd Wahab Azasi, Binanga, Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju. Dugaan maladministrasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sulawesi Barat kembali menjadi sorotan, menyusul meninggalnya Hendra, seorang sopir Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sulbar, yang diduga tidak mendapat penanganan medis darurat.

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU – Dugaan maladministrasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sulawesi Barat kembali menjadi sorotan, menyusul meninggalnya Hendra, seorang sopir Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sulbar, yang diduga tidak mendapat penanganan medis darurat.

Peristiwa tragis ini memicu reaksi keras dari publik dan mendorong Ombudsman RI Perwakilan Sulbar melakukan investigasi inisiatif untuk mengungkap kebenaran.

Baca juga: Polres Majene Berhasil Tangkap Begal Ngaku Polisi, Punya Borgol Demi Meyakinkan Korban

Baca juga: Truk Seruduk Rumah dan Masuk Jurang di Majene, Warga Langsung Evakuasi dan Sebabkan Macet

Fokus penyelidikan tertuju pada kepatuhan RSUD Sulbar terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) di Unit Gawat Darurat (UGD).

“Kami sedang menelusuri apakah SOP layanan darurat dijalankan sebagaimana mestinya. Jika ditemukan adanya maladministrasi, ini akan menjadi catatan penting untuk perbaikan layanan di masa depan,” ungkap Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sulbar, Fajar Sidiq, Rabu (23/4).

Menurut Fajar, RSUD Sulbar bukan kali pertama menjadi objek pengaduan.

Sejak 2013 hingga 2025, tercatat 17 laporan resmi masuk ke Ombudsman terkait buruknya layanan di rumah sakit ini.

“Dari laporan yang kami terima, 35 persen kasus berkaitan dengan tidak diberikannya pelayanan, 23 persen karena tindakan tidak patut, 18 persen akibat penundaan berlarut, serta masing-masing 12 persen karena penyimpangan prosedur dan ketidakmampuan tenaga medis,” jelasnya.

Ia menegaskan, temuan Ombudsman akan dipublikasikan dalam waktu dekat, sekaligus menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah daerah untuk membenahi sistem pelayanan publik di sektor kesehatan, khususnya di RSUD Sulbar.

Sebelumnya, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Sulawesi Barat, dr Sita Harit Ibrahim, angkat bicara. 

Ia menyoroti pentingnya prosedur tetap (SOP) yang jelas dalam menangani kondisi darurat, terutama saat ruang IGD mengalami penumpukan pasien.

“Kasus kecelakaan dengan pendarahan, keselamatan dan keberhasilan tindakan sangat tergantung waktu penanganan. Jika terlambat akan berakibat fatal,” ujar dr Harit, saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Rabu (23/4/2025).

Ia menegaskan bahwa rumah sakit wajib memiliki SOP yang tegas dan dapat dijalankan dalam kondisi darurat seperti ini.

“Saat itu harusnya ada SOP yang mengatur, bila ada penumpukan pasien dan ada kasus darurat, apa yang harus dilakukan oleh semua unsur yang berada di UGD,” jelasnya.

Lebih lanjut, dr Harit menekankan bahwa penyusunan SOP merupakan tanggung jawab internal rumah sakit yang harus merujuk pada pedoman baku, agar tugas dan peran setiap unsur, termasuk manajemen, dapat dijalankan secara terkoordinasi.

"SOP ini ditentukan oleh RS sendiri yang disesuaikan dengan panduan baku yang biasanya mengatur secara rinci tugas masing-masing, baik yang di tempat tersebut, maupun dari manajemen RS," jelasnya.

Halaman
12