TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Pakar komunikasi Sulawesi Barat (Sulbar), Fathiyah menilai kasus pembunuhan FH (18) oleh sahabatnya sendiri di Papalang, Mamuju, Kamis (9/5/2024) malam, menunjukkan ketidakmampuan pelaku, HK (18) mengendalikan emosinya.
Diketahui alumni SMKN 1 Papalang Fahril (18) dibunuh oleh sahabatnya sendiri inisial HK lantaran kesal terhadap korban karena sering dibully.
HK membunuh korban di pinggir jalan poros Topore Papalang dengan cara menikam menggunakan sebilah badik.
Dosen Ilmu Komunikasi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Majene ini mengatakan, tindakan nekat pelaku menandakan kurangnya kemampuan HK dalam mengelola stres dan kemarahan.
Baca juga: Personil Polresta Mamuju Siaga di Topore Antisipasi Aksi Balas Dendam Usai Remaja Dibunuh Rekannya
"Perilaku HK yang sering mengejek dan menghina FH dengan kata-kata kasar ("T*lol" dan "B*doh") menunjukkan komunikasi verbal yang agresif. Kemungkinan besar, HK memiliki rasa frustrasi dan dendam terpendam terhadap FH, kemudian dilampiaskan dengan tindakan kekerasan," ujarnya kepada Tribun-Sulbar.com melalui pesan WhatsApp, Jumat (10/5/2024).
Baginya, kasus tersebut sangat disayangkan, apalagi pelaku dan korban masih usia muda.
Menurutnya, usia remaja 18 tahun semestinya diisi dengan hal-hal positif.
"Kalau dibilang pelaku dan korban ini sahabat, justru ini keanehannya, karena kasus ini justru bukti kalau sebenarnya hubungannya tidak harmonis," sambungnya.
Fathiyah mengungkapkan, ada kemungkinan korban dan pelaku sering terlibat dalam perselisihan atau pertengkaran, menunjukkan kegagalan komunikasi antarpribadi.
Ia menambahkan, umur pelaku yang baru 18 tahun masih dalam tahap pengembangan kognitif dan emosional.
"Kemungkinan besar, pelaku masih dalam proses belajar mengelola emosinya, terutama dalam situasi stres atau frustrasi.(bisa jadi ada kondisi lain yang tidak terungkap, entah karena frustasi yang dipicu masalah lain)," terang Fathiyah.
Ada kemungkinan korban mengalami kesulitan dalam mengungkapkan emosinya secara konstruktif.
Tindakan nekat tersebut bisa disebabkan karena sering dibully, namun emosinya dipendam.
Lama-lama, klimaks dan akhirnya berakhir dengan tindakan agresif.
Magister Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin Makassar ini mengatakan, kasus ini harusmenjadi pelajaran banyak pihak, baik untuk orang tua maupun pihak lainnya (pemerintah atau pihak sekolah) bahwa pentingnya komunikasi yang efektif, pengelolaan emosi, dan kesehatan mental dalam membangun hubungan yang sehat.