Hari Jadi Mamuju

Refleksi HUT Mamuju 2025: Membangkitkan Jiwa Manakarra Menuju Kemandirian dan Kesejatraan

Mamuju, yang akrab disebut "Bumi Manakarra," adalah tanah pusaka yang diberkahi dengan kekayaan alam dan budaya yang melimpah. 

|
Editor: Nurhadi Hasbi
Istimewa
Muhammad Yusuf Praktisi Hukum dan Pemerhati Sejarah Sulawesi Barat. (Keturunan keluarga Ponggawa Malolo). 

Oleh:  Muhammad Yusuf, SH., MH
Camat Sampaga

Hari Jadi Mamuju: Bukan Sekadar Perayaan, Tapi Panggilan Refleksi yang Mendalam

Setiap tahun, Hari Jadi Mamuju seharusnya lebih dari sekadar perayaan seremonial. 
Tahun 2025 ini, mari kita jadikan momentum krusial untuk merefleksikan perjalanan panjang Mamuju.

Kita perlu menoleh ke belakang, mengevaluasi setiap langkah yang telah diambil, dan dengan tekad bulat, menatap ke depan untuk membangun masa depan yang baik. 

Sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Barat, Mamuju memiliki tanggung jawab yang tak main-main: bukan hanya menjadi pusat administrasi, tetapi juga motor penggerak kemajuan bagi seluruh warga Tanah Mandar.

Bumi Manakarra:  "Tampo Pembolongang" Permata Terpendam Menanti Sentuhan Profesional

Mamuju, yang akrab disebut "Bumi Manakarra," adalah tanah pusaka yang diberkahi dengan kekayaan alam dan budaya yang melimpah. 

Potensi kelautan, pertanian, perkebunan, dan pariwisata kita masih menunggu untuk digarap secara optimal.

Pesisir yang memesona, warisan budaya yang kental, dan kekayaan kuliner khas Manakarra adalah aset tak ternilai yang membutuhkan sentuhan tangan profesional untuk dikelola dan dikembangkan.

Sayangnya, potensi besar ini belum sepenuhnya tergarap. 

Hilirisasi produk lokal masih minim, sehingga hasil pertanian dan perikanan belum memberikan nilai tambah signifikan bagi para petani dan nelayan kita.

Sektor pariwisata belum dikembangkan secara terintegrasi dan profesional.

Padahal, Mamuju sebagai gerbang utama Sulawesi Barat seharusnya menjadi magnet investasi, namun kita masih bergulat dengan tantangan infrastruktur dan pelayanan publik yang perlu dibenahi. 

Bukan pidato sidang paripurna yang istimewah. Namun, Tantangan Nyata yang Mendesak untuk Ditaklukkan.

Sumbangsi pemikiran sebagai hadiah  di momentum Hut Mamuju tahun ini, kita harus melaju menuju Mamuju yang lebih baik.

Beberapa poin mendesak yang harus kita taklukkan:

  1. Infrastruktur Dasar Belum Merata: Akses jalan ke wilayah terpencil masih terbatas. Listrik, air bersih, dan jaringan komunikasi belum menjangkau seluruh pelosok, menghambat pertumbuhan ekonomi dan akses pelayanan publik.
  2. Kualitas SDM yang Perlu Digenjot: Rendahnya akses pendidikan tinggi dan pelatihan vokasional menciptakan ketimpangan antara potensi daerah dan kesiapan tenaga kerja lokal. Investasi serius dalam pendidikan dan pelatihan berbasis kebutuhan daerah adalah keniscayaan.
  3. Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik: Keluhan terkait lambannya perizinan, birokrasi yang tidak efisien, dan kurangnya transparansi anggaran masih menjadi penghambat iklim investasi dan kepercayaan publik.
  4. Rendahnya PAD Mamuju, juga menjadi hambatan realisasi pembangunan seperti yang di kehendaki bersama.

Membangun Mamuju: Kolaborasi Antar Semua Elemen Bangsa.

Membangun Mamuju bukanlah semata tanggung jawab pemerintah, melainkan tugas kolektif seluruh elemen masyarakat.

Diperlukan kolaborasi erat antara pemerintah, masyarakat, akademisi, swasta, dan tokoh adat. 

Beberapa langkah strategis yang dapat menjadi rekomendasi, antara lain:

  • Hilirisasi produk unggulan lokal untuk meningkatkan nilai tambah.
  • Digitalisasi pelayanan publik dan penyederhanaan birokrasi demi percepatan investasi.
  • Pelatihan dan pengembangan SDM lokal melalui beasiswa dan pelatihan vokasi yang relevan.
  • Penyusunan RPJMD dan RPJP yang partisipatif, melibatkan seluruh unsur masyarakat.
  • Revitalisasi pariwisata lokal berbasis budaya dan ekowisata.
  • Membuka ruang ruang investasi yang dapat menciftakan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan sosial yang ada.

Mamuju Tampo Pembolongang: Filosofi Kehidupan yang Menguatkan Persatuan

Filosofi orang Mamuju, Manakarra sebagai "Tampo Pembolongang” yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat sebagai ikrar bersama "Mana'di siolai"  atau Amanat yang teguh di emban bersama.

Mengutip sair lagu Mamuju Pembolongan yang sarat makna:

"Kasolonganta Mamuju, Angngatan Simemangang, Pembolongang na ampana to Mamuju."

(Mari kita jaga Mamuju, tanah yang memberi kehidupan, tempat kita bersandar dan mencari nafkah.)

Lagu ini diciptakan dengan penuh penghayatan oleh. Dr. H. Suhardi Duka (SDK), meskipun dibawakan dengan suara sederhana, namun mengandung pesan moral yang kuat bagi orang Mamuju: “Pembolongan ta Mamuju  Mamuju adalah rumah bersama yang harus dijaga oleh siapa pun yang tinggal di dalamnya.

Orang Mamuju itu baik. Filosofi masyarakat Mamuju yang terbuka dan inklusif tercermin dari ungkapan:

 “Asal mangginung moko uwai radangna To Mamuju, menjari To Moko Itto” —

Siapapun yang ingin hidup dan berjuang di tanah ini, dia adalah bagian dari orang Mamuju
Ada harapan yang Menanti.

"Bakka Tuo, Marendeng, Masagena"

Nilai ini menjadikan masyarakat Mamuju toleran dan rukun, meski berasal dari latar belakang etnis yang berbeda.

Dahulu terbelakang, kini saatnya Berdaya Saing dan Tangguh

Dahulu, Mamuju di anggap pembuangan. Era 80an masa sulit dan pahit bagi orang  Mamuju. Jauh dari induknya. Di anak tirikan.

Belum lagi rentan kendali begitu jauh, perekonomiaan, pendidikan tinggi sulit dijangkau, akses jalan minim, dan penerangan belum merata.

Kini, meski banyak perubahan telah terjadi, kita tidak boleh berpuas diri. 

Cobaan pun silih berganti. Gempa bumi yang meluluhlantakkan kota pada 2021 menjadi pengingat nyata: masyarakat Mamuju adalah masyarakat yang tangguh, yang mampu bangkit dari puing-puing dan kembali membangun.

Sair lagu berikutnya, mengenang masalalu sebagai motivasi.

"Punna Ta’le Pangkaleba Di Allo Pura Lalo Ka tuo anta Masara di Allo Bungi" 

(Jika kita gagal di pagi hari, maka malam takkan membawa keberkahan.)
SDK perna menyampaikan.

"Seketika engkau terjatuh, secepat itu pulah, engkau harus berdiri" 

Penggalan lagu ini adalah isyarat moral dan spiritual bahwa tanggung jawab pembangunan adalah tugas kolektif hari ini demi masa depan yang lebih cerah.

Jika kita tak bekerja keras sekarang, kegelapan akan menyelimuti masa depan Mamuju.

Menyalakan Semangat Manakarra: Sinergi untuk Masa Depan

Ajakan dari Direktur Kemitraan Dunia Usaha dan Industri Kemdikbudristek, Saryadi, ST, MBA, untuk “Menyalakan Semangat Manakarra harus dijawab dengan langkah nyata. ucapnya di seminar pendidikan Sulbar.

Kita perlu membangun sinergi kuat antara pendidikan, pelaku usaha, dan pemerintah dalam menciptakan SDM unggul, berkarakter, dan relevan dengan kebutuhan zaman.

Semua kita warga Mamuju hendaknya menyingsingkan lengan, bahu membahu demi kemajuan bersama. Bumi Manakarra. Ibarat tali kekang komando di pegang bersama semua harus siap. 

"Di Innemo Mencolli” 

Analogi Pesawat. Dengan Semangat Manakarra yang kita cintai, saatnya semua lepas landas menuju cita-cita, tak ada lagi yang tertinggal di landasan.

Budaya “LUNGCAS” Lutta, Canggo, Siri'ate, yang di sematkan, hendaknya di buang dan hanyutkan di Tanjung ngalo.

Taati para pemimpinmu.

Sebagaimana pesan Al-Qur’an dalam QS. An-Nisa: 59:

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri (pemimpin) di antara kamu.”

Tidak Ada Kepemimpinan yang Sempurna. Setiap bentuk kepemimpinan, termasuk pemerintahan, pasti memiliki keterbatasan.

Karena itu, kritik menjadi elemen penting dalam mengawal jalannya pemerintahan agar tetap berpihak kepada rakyat.

Namun kritik yang dibangun seharusnya bukan sekadar mencari-cari kesalahan atau bersifat tendensius.

Kritik yang bertanggung jawab adalah kritik yang disertai solusi. Ia lahir dari niat untuk memperbaiki, bukan menjatuhkan.

Sebab tujuan utama dari kritik seharusnya adalah mendorong terciptanya kebijakan yang lebih baik, pelayanan publik yang lebih berkualitas, serta pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel.

Dengan demikian, marilah kita bangun budaya kritis yang konstruktif.  

Pemerintah perlu terbuka terhadap masukan, sementara masyarakat pun harus bijak dalam menyampaikan kritik.

Di antara keduanya harus ada semangat yang sama: mencari jalan keluar, bukan memperkeruh keadaan.

Penutup:

Bersatu Membangun, Merajut Kemajuan Tanpa Sekat.

Mari jadikan Hari Jadi Mamuju ke-485 Tahun 2025 sebagai tonggak perubahan yang fundamental. 

Kita harus terbang bersama, tanpa sekat politik, suku, atau agama.  Semua adalah “To Mamuju—warga Mamuju yang bertanggung jawab membangun daerah ini. 

Jangan biarkan perbedaan menjadi penghalang, tapi jadikan ia sebagai kekuatan dan warna keindahan dalam membentuk Mamuju yang Lebih KEREN. Sejahtera, Tangguh, dan Berdaya Saing.

"Di Manakarra Mana di Siolai"  Di Sini Kita Bertumbuh, Di Sini Kita Bertanggung Jawab.

Perbedaan sejatinya adalah motivasi untuk mencapai tujuan bersama: kesejahteraan masyarakat.

"Alloh Capalogana To Mamuju Masannang Masa gena"—Menuju Masyarkat Maju dan Sejahterah

Kala’Usu Klaomang.
Penulis adalah Alumni Hipermaju

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved