Sengketa Agraria

Tak Kantongi HGU dan IUP, Yani Pepi Sebut Aktivitas Budidaya Perusahaan Sawit di Pasangkayu Ilegal

hasil verifikasi Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menyatakan bahwa perusahaan tidak mengantongi dokumen sah untuk pengelolaan lahan. 

Editor: Ilham Mulyawan
ist
Sengketa Lahan - Tokoh masyakarat Pasangkayu Yani Pepi Adriani menyoroti kasus sengketa lahan, melibatkan perusahaan perkebunan kelapa sawit, yang diduga mengelola dan memanen hasil di atas lahan yang tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP). 

TRIBUN-SULBAR.COM, PASANGKAYU – Tokoh masyarakat Tikke, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat Yani Pepi Adriani Kembali menyoroti kasus sengketa lahan, melibatkan perusahaan perkebunan kelapa sawit, yang diduga mengelola dan memanen hasil di atas lahan yang tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP).

Yani Pepi menyebutkan, permasalahan pengelolaan lahan tanpa HGU dan IUP di Kabupaten Pasangkayu menjadi sorotan serius. 

Sehingga dia meminta Negara dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah hadir dan tegas dalam menyelesaikan persoalan ini, agar setiap aktivitas perkebunan berjalan sesuai ketentuan hukum dan hak masyarakat atas tanah tetap terlindungi.

"Dugaan ini diperkuat oleh hasil verifikasi Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menyatakan bahwa perusahaan tidak mengantongi dokumen sah untuk pengelolaan lahan. 

Baca juga: Mamuju Tengah Kabupaten Pertama di Sulbar Rampungkan Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih

Baca juga: Warga Prihatin Lihat Tugu BKM Mamuju Tengah Tak Terawat, Huruf Kecamatan Miring dan Copot

"Artinya, seluruh aktivitas budidaya dan panen sawit yang dilakukan di atas lahan tersebut berstatus ilegal," ujar Yani.

Padahal kata dia, HGU dan IUP adalah syarat mutlak untuk legalitas usaha perkebunan. 

Tanpa itu kedua item itu, kegiatan operasional perusahaan tidak diakui secara hukum.

"Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin, penggunaan tanah tanpa hak yang sah merupakan pelanggaran hukum. Dalam hal ini, pemerintah memiliki dasar hukum yang kuat untuk mengambil tindakan, termasuk melakukan pengosongan lahan dan mencabut tanaman yang ditanam secara ilegal.

"Tanaman sawit yang tumbuh di atas lahan tanpa izin tidak dapat dianggap sebagai aset sah perusahaan," tambah Yani.

Lebih jauh, ia menyebutkan bahwa konflik agraria mulai mencuat di tengah masyarakat yang juga mengklaim lahan tersebut sebagai milik mereka. Sejumlah warga bahkan menyatakan bahwa area yang dikelola perusahaan sejatinya berada dalam wilayah tanah adat atau milik masyarakat, bukan bagian dari konsesi resmi HGU.

Kondisi ini, menurut Yani, mendesak aparat penegak hukum, termasuk kepolisian, BPN, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), untuk segera turun tangan.

"Polisi dapat menghentikan proses pemanenan, menyita hasil sawit yang diperoleh secara melawan hukum, dan mengusut tuntas dugaan pelanggaran ini," tegasnya.

Apabila terbukti bersalah, perusahaan bisa dijerat berbagai sanksi mulai dari denda, pencabutan izin usaha, penghentian operasional, hingga sanksi pidana.

"Penegakan hukum terhadap pelanggaran ini penting demi menciptakan kepastian hukum," tutup mantan anggota DPRD Pasangkayu itu. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved