Literasi Ulama
Orientasi dalam Beragama
Seluruh ajaran ibadah mahdah (ritual murni) dalam Islam mengandung dimensi sosial di dalamnya.
Idulfitri didahului oleh puasa Ramadan sebagai proses pensucian diri. Jiwa yang suci akan lebih mudah merasakan kedekatan dengan Tuhan karena ruhaniahnya telah bersih.
Sementara itu, Iduladha berkaitan erat dengan ibadah haji dan kurban. Secara etimologis, kata kurban berasal dari akar kata qaruba yang berarti "dekat".
Maka orang yang berkurban adalah mereka yang ingin mendekatkan diri kepada Allah.
Nabi Ibrahim AS menjadi simbol tertinggi dari kedekatan ini. Ia rela mengorbankan putranya, Ismail yang telah lama dinantikan kelahirannya demi mematuhi perintah Tuhan.
Ini menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap perintah Tuhan harus diutamakan di atas kepentingan pribadi.
Dalam ketaatan itulah terdapat kenikmatan spiritual yang mendalam. Kita perlu "menyembelih" apapun yang menghalangi perjalanan menuju Tuhan.
Nabi Ibrahim AS menunjukkan bahwa menjalankan perintah Tuhan adalah jalan utama menuju kedekatan spiritual.
Inilah yang melahirkan konsep ketakwaan, yakni tujuan akhir dari seluruh ibadah.
Ketakwaan bukanlah sesuatu yang instan, melainkan hasil dari proses panjang melalui pengamalan perintah dan menjauhi larangan. Semakin kita konsisten menjalankannya, semakin dekat kita kepada Allah.
Orientasi dari Idulfitri dan Iduladha adalah manusia.
Fitrah adalah sifat dasar manusia yang hanif cenderung kepada kebenaran.
Namun, fitrah ini memerlukan proses untuk dimunculkan dalam kehidupan.
Selain memiliki potensi ilahiah, manusia juga memiliki potensi fujur (keburukan), sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an: "Fa alhamaha fujuraha wa taqwaha"—"Maka Aku ilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya."
Artinya, dalam diri manusia terdapat potensi ketuhanan dan potensi kebinatangan.
Kehadiran Iduladha membersihkan sifat kebinatangan tersebut melalui simbol kurban.
Kita menyembelih hewan kurban sebagai simbol untuk menumbuhkan kembali sifat-sifat ilahiah dan kemanusiaan dalam diri manusia.
Selalu ada pertarungan antara sifat lahut (ketuhanan) dan nasut (kemanusiaan) dalam diri manusia.
Oleh karena itu, ajaran agama dengan simbol-simbolnya memainkan peran penting dalam mengangkat derajat manusia ke level spiritual yang lebih tinggi.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/sulbar/foto/bank/originals/Ilham-Sopu-salah-satu-cendikiawan-Muslim-asal-Kabupaten-Polman.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.