Hari Buruh Internasional
Memahami May Day dalam Konteks Global, Nasional, dan Lokal
Di berbagai negara, May Day bahkan ditetapkan sebagai hari libur sebagai bentuk pengakuan atas perjuangan kaum buruh.
Penulis: Jack Paridi
Sekjen Front Perjuangan Pemuda Indonesia Kabupaten Mamuju, Sulbar
Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day.
Di berbagai negara, May Day bahkan ditetapkan sebagai hari libur sebagai bentuk pengakuan atas perjuangan kaum buruh.
Peringatan ini bermula dari gerakan serikat buruh yang merayakan pencapaian ekonomi dan sosial, sekaligus menyuarakan harapan akan peningkatan kesejahteraan yang sejalan dengan perkembangan ekonomi masyarakat.
Artikel ini akan menganalisis bagaimana May Day, dalam konteks situasi global, nasional, dan lokal, memengaruhi persepsi pemerintah terhadap buruh dan pekerja, terutama di era digitalisasi melalui kebijakan-kebijakan yang ada.
Kita juga akan menelusuri bagaimana kepentingan global berdampak pada kebijakan nasional dan menciptakan ketimpangan di berbagai daerah di Indonesia.
Kilasan Sejarah Perjuangan Buruh:
Perspektif Global
Menilik ke belakang, perjuangan buruh di berbagai belahan dunia menyimpan catatan sejarah yang signifikan.
Karl Marx, seorang pemikir sosialis, melihat sistem kapitalisme sebagai musuh utama buruh. Menurutnya, sistem ini secara inheren menempatkan kelas buruh dalam posisi yang tereksploitasi dan teralienasi.
Marx menekankan bahwa sejarah masyarakat adalah sejarah perjuangan kelas, dengan konflik antara borjuis (kelas penguasa) dan proletariat (kelas pekerja) sebagai motor penggerak dinamika sosial.
Perjuangan buruh melawan kebijakan perusahaan dan praktik penindasan pabrik dapat kita lihat dalam berbagai peristiwa bersejarah. Salah satunya adalah aksi mogok besar-besaran di Amerika Serikat pada 1 Mei 1886, di mana sekitar 300.000 pekerja menuntut jam kerja delapan jam sehari.
Aksi ini mencapai klimaksnya pada peristiwa Haymarket Affair di Chicago pada 4 Mei 1886. Bentrokan antara polisi dan demonstran menyebabkan korban jiwa di kedua sisi.
Meskipun pelaku pelemparan bom tidak pernah terungkap, peristiwa ini menjadi simbol abadi perjuangan buruh untuk hak-hak mereka.
Sebelumnya, pada tanggal yang sama, sekitar 80.000 buruh di Chicago telah melakukan unjuk rasa besar menuntut pengurangan jam kerja, sebuah respons terhadap kondisi kerja yang eksploitatif dengan jam kerja mencapai hingga 16 jam sehari.
Konteks Indonesia
Modernisasi Penindasan dan Kebijakan yang Dipertanyakan
Bagaimana konteks penindasan dan perlawanan buruh di Indonesia dapat dianalisis dari fakta-fakta global tersebut? Peringatan Hari Buruh Internasional di Indonesia pertama kali dilakukan pada 1 Mei 1918 oleh serikat buruh Kung Tang Hwee di Semarang.
Setelah sempat dilarang pada masa Orde Baru, peringatan ini kembali dirayakan.
Di Indonesia, kita perlu menyadari bahwa ketertindasan buruh hari ini telah mengalami "modernisasi" melalui penindasan gaya baru yang termanifestasi dalam kebijakan perundang-undangan.
Kebijakan-kebijakan ini dinilai lebih berpihak pada investor asing dan pemilik pabrik.
Kehadiran pabrik, yang seharusnya menyerap tenaga kerja, justru sering kali diiringi dengan kebijakan yang merugikan buruh, seperti;
* Omnibus Law (UU Cipta Kerja): UU No. 11 Tahun 2020 ini menuai kritik tajam karena beberapa pasalnya dianggap melemahkan hak-hak buruh, antara lain:
* Sistem Kerja Kontrak yang Tidak Terbatas: Penghapusan batasan waktu dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) menghilangkan kepastian kerja bagi buruh.
* Praktik Outsourcing yang Meluas: Tidak adanya batasan jenis pekerjaan yang dapat di-outsourcing. Memperluas praktik outsourcing yang sebelumnya terbatas pada pekerjaan penunjang.
* Waktu Kerja yang Lebih Panjang: memperpanjang batasan jam lembur dari 3 jam sehari menjadi 4 jam, dan dari 14 jam seminggu menjadi 18 jam, yang dapat meningkatkan beban kerja buruh
Lemahnya Perlindungan Hukum bagi Buruh
Meskipun Undang-Undang Ketenagakerjaan menjamin hak-hak buruh, implementasinya sering kali lemah. Beberapa masalah yang muncul antara lain.
Peran Buruh dalam Kebijakan Pemerintah dan Tantangan Era Digitalisasi
Lantas, bagaimana sebenarnya peran buruh dalam pembentukan kebijakan pemerintah di Indonesia?
Mengapa gerakan buruh di Indonesia belum mampu membentuk kekuatan politik yang signifikan dibandingkan dengan negara lain?.
Lebih lanjut, apakah digitalisasi dan otomatisasi menjadi ancaman bagi eksistensi buruh, atau justru membuka peluang baru?.
Pemerintah seharusnya menjadikan Peringatan Hari Buruh sebagai momen refleksi dan aksi nyata, bukan sekadar seremoni tahunan.
Jika hak-hak buruh terus diabaikan oleh pemerintah dan pengusaha, maka Hari Buruh hanya akan menjadi simbol kosong dari perjuangan yang belum usai.
Sudah saatnya peringatan ini menjadi titik balik untuk perubahan yang substansial.
Salam nasional demokrasi kerakyatan.(*)
BREAKING NEWS : Longsor Tutup Setengah Badan Jalan Trans Sulawesi di Mamuju, Lalu Lintas Macet |
![]() |
---|
SDK Janji Perbaiki Jalan Unsulbar Majene Pakai Bantuan Keuangan Daerah Ditambah Kuota 26 Beasiswa |
![]() |
---|
Usai Pecat 2 Guru Honorer, Kepsek SMKN Paku Polman Diadukan ke Wakil Gubernur Salim |
![]() |
---|
Kemenkum Sulbar Gandeng Lembaga Pendidikan untuk Perkuat Sentra KI Hingga Penyuluhan Hukum |
![]() |
---|
Anggaran Paskibraka Mamuju Tengah Dipangkas dari Rp900 Juta ke Rp393 Juta, Latihan Dipersingkat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.