Sengketa Lahan di Pasangkayu

Yani Pepi Ingatkan Pemerintah Hati-hati Tentukan Sikap Soal Konflik Agraria di Lariang Ada UU No 40

Jika mengabaikan keberatan masyarakat atau meloloskan HGU secara tidak sah dapat merusak kepercayaan publik dan berdampak buruk bagi stabilitas sosial

Editor: Ilham Mulyawan
ist
Yani Pepi Adriani mengatakan memang dia enggan menandatangani kesepakatan bersama, karena dia tidak setuju adanya bahasa, jika rekomendasi tak diindahkan maka PKS harus tutup. 

TRIBUN-SULBAR.COM, PASANGKAYU - Tokoh masyarakat Lariang, Yani Pepi Adriani meminta pemerintah berhati-hati menentukan sikap terkait konflik agraria di Lariang, antara masyarakat setempat dengan perusahaan perkebunan sawit, PT Letawa.

Konflik agraria antara warga dengan PT Letawa yakni adanya dugaan kegiatan usaha ilegal tanpa alas hukum jelas, yang dilakukan oleh PT Letawa, yakni menanam sawit dan mengelola serta menguasai lahan di Desa Lariang sampai saat ini, di luar wilayah Hak Guna Usaha (HGU) PT Letawa.

Yani mengatakan, jika pemerintah meloloskan permintaan perusahaan untuk diterbitkan HGU baru tanpa memperhatikan aturan yang berlaku, maka hal ini bisa dianggap sebagai pelanggaran hukum.

Yani Pepi Adriani merujuk pada Persyaratan HGU Menurut Peraturan Perundang-UndanganPP No. 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai Atas Tanah serta aturan turunannya, menetapkan bahwa HGU hanya dapat diberikan kepada pihak yang memenuhi semua persyaratan, termasuk legalitas penggunaan lahan sebelumnya.Penerbitan HGU harus melalui proses verifikasi yang ketat.

"Termasuk tidak adanya sengketa tanah. Legalitas penggunaan lahan sebelumnya, artinya tanah tersebut tidak boleh dikelola secara ilegal sebelum diajukan HGU. Kelayakan penggunaan lahan untuk keperluan usaha yang diajukan, seperti perkebunan, peternakan, atau pertanian," ujarnya.

Kemudian kedua potensi Pelanggaran Hukum oleh Pemerintah Daerah jika pemerintah daerah meloloskan permohonan HGU tanpa mematuhi prosedur yang benar, beberapa potensi pelanggaran hukum yang mungkin terjadi adalah Pelanggaran Prosedural: Jika penerbitan HGU dilakukan tanpa proses verifikasi yang tepat, termasuk memastikan tidak ada sengketa, legalitas penggunaan lahan, dan partisipasi masyarakat.

Baca juga: Konflik Agraria di Lariang Pasangkayu, Yani Pepi Minta Pemda Segera Ambil Sikap: Berdasarkan Aturan

Baca juga: Aliansi Masyarakat Lariang Ancam Kembali Demo dengan Massa Lebih Banyak Jika Tuntutan Tak Diindahkan

"Maka ini bisa dianggap melanggar prosedur administrasi yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN): Jika penerbitan HGU dilakukan dengan cara yang tidak transparan atau terdapat unsur suap, kolusi, atau nepotisme, ini dapat dianggap sebagai pelanggaran pidana sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Melanggar Hak Masyarakat Adat atau Lokal," terangnya lagi.

Kemudian kata Yani, jika lahan yang diberikan HGU adalah tanah yang diklaim atau digunakan oleh masyarakat adat atau lokal, penerbitan HGU tersebut bisa dianggap melanggar hak-hak mereka. Hal ini dapat melanggar ketentuan yang diatur dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa atau UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Lalu akibat Hukum bagi Pemerintah Daerah berupa Sanksi Administratif, yakni pejabat yang bertanggung jawab atas penerbitan HGU dapat dikenai sanksi administratif, termasuk pencopotan jabatan atau penundaan hak-hak administratif lainnya. 

"Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Pengajuan HGUBerdasarkan UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, masyarakat yang terdampak memiliki hak untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan terkait pengelolaan lahan.

"Masyarakat dapat menyampaikan keberatan secara tertulis kepada pemerintah daerah atau BPN jika merasa hak mereka dilanggar atau tidak dilibatkan dalam proses pengajuan HGU," ia menambahkan.

Lalu tanggung jawab Pemerintah Daerah berkewajiban untuk memastikan bahwa semua proses hukum dan administrasi terkait penerbitan HGU dilakukan dengan transparan, adil, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Jika mengabaikan keberatan masyarakat atau meloloskan HGU secara tidak sah dapat merusak kepercayaan publik dan berdampak buruk bagi stabilitas sosial di daerah tersebut. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved