Kakak Beradik Lumpuh di Polman
KISAH Kakak Beradik di Polman Lumpuh karena Tulang Rapuh Butuh Bantuan, Tinggal di Gubuk 3x3 Meter
Satu keluarga ini bertahan hidup dalam gubuk ukuran 3x3 meter karena rumah yang pernah mereka miliki telah dijual untuk biaya pengobatan.
Penulis: Fahrun Ramli | Editor: Ilham Mulyawan
TRIBUN-SULBAR.COM, POLMAN - Dua bocah bernama Nur Azizah (12) dan Sri Wulandari (4) yang merupakan kakak beradik alami lumpuh lantaran menderita tulang rapuh hingga akhirnya hanya mampu terbaring lemah di gubuk.
Nur Azizah dan Sri Wulandari merupakan anak pertama dari pasangan suami istri bernama Munir (41) dan Lilis (27).
Satu keluarga ini bertahan hidup dalam gubuk ukuran 3x3 meter karena rumah yang pernah mereka miliki telah dijual untuk biaya pengobatan.
Hasil pemeriksaan tenaga medis, dua bocah lumpuh ini, juga menderita gizi buruk.
Baca juga: Polisi Periksa Kadis DKP & Disdikbud Sulbar Terkait Tuduhan Pencemaran Nama Baik
Baca juga: Avanza Tabrak Pohon di Depan RSUD Mamuju Sopir Diduga Mengantuk Langsung Dilarikan ke RS
"Kita memutuskan kedua anak ini akan dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut," terang Kepala Puskesmas Tapango, Muhammad Jabir kepada wartawan.
Dia mengaku langsung melakukan intervensi setelah mengetahui adanya dua anak bersaudara menderita tulang rapuh.
Dokter Puskesmas bersama bidan desa telah memeriksa kondisi kesehatan kedua anak ini.
Lambatnya penanganan medis lantaran administrasi kependudukan kedua orang tua anak ini masih tercacat sebagai warga Desa Kuajang Kecamatan Binuang.
Satu tahun terakhir tinggal di Desa Banatorejo, pihak puskesmas terkendala ketika melakukan rujukan ke rumah sakit.
"Tetapi sejak kemarin administrasi kependudukan sudah dipindahkan sehingga kami akan secepatnya merujuk kedua anak ini ke rumah sakit, akan ditangani dokter ahli agar lebih maksimal," ungkapnya.
Baca juga: Aktif Tanam Sukun Pj Gubernur Bahtiar Ungkap Pohon Sukun Mampu Cegah Longsor & Banjir di Sulbar
Baca juga: Lahan 1.000 Hektare di Lariang Pasangkayu Disiapkan Jadi Tambak Pengembangan Udang Vaname
Sementara Petugas Gizi Puskesmas Peliatakan Darmawati menyebut kedua anak ini menderita gizi buruk dan alami stunting.
Hasil pemeriksaan Nur Azizah berusia 10 tahun hanya memiliki berat badan 11 kilogram, mestinya berat badan sudah 15-20 kilogram.
Sementara adiknya Sri Wulandari berusia 3 tahun berat badannya hanya 6 kilogram, harunya sudah 11 kilogram keatas.
“Melihat status gizi kedua anak ini, berada pada mines tiga standar deviasi atau masuk kategori gizi buruk, selain itu keduanya masuk kategori stunting karena panjang badannya tidak sesuai," terang Darmawati.
Sebelumnya diberitakan, Nur Azizah anak pertama lumpuh sejak dia mulai belajar berjalan.
Sementara anak ketiganya Wulandari lumpuh sejak lahir, hanya bisa terbaring lemah.
Keduanya telah pernah diperiksakan ke dokter, juga pengobatan alternatif pernah dicoba namun belum sembuh.
"Sudah pernah ke dokter, bahkan sampai ke Makassar kita berobat, obat alternatif juga pernah, tapi kondisinya masih seperti sekarang," lanjutnya.
Disebutkan kondisi kedua buah hatinya itu sangat memprihatinkan, bahkan kerap terdengar suara retakan pada tulang ketika akan digendong.
Akibat penyakit yang diderita, membuat Nur Azizah dan Sri Wulandari hanya dapat terbaring.
Tidak dapat beraktifitas tanpa bantuan, pergelangan tangan dan kaki mereka mengecil, alami pembengkokan.
"Langsung menghitam kaki, bengkak, selalu nangis-nangis, kalau digendong ada suara retak pada tulang," ungkapnya.
Sementara ayah kedua anak ini, Munir mengaku tidak dapat berbuat banyak untuk biaya pengobatan.
Upah diperoleh sebagai buruh pembuat batu merah juga terkadang tidak cukup untuk biaya hidup sehari-hari.
Bahkan rumah layak sebelumnya ia tempati telah dijual untuk membiayai pengobatan kedua anaknya ini.
"Kami sudah tidak punya biaya, saya hanya bekerja sebagai pembuat bata merah dengan upah pas-pasan," ucap Munir.
Disebutkan uang hasil jual rumah juga sudah habis untuk biaya pengobatan, sebagian disisihkan membeli sepetak lahan dan belum lunas sampai saat ini.
Munir lalu membangun gubuk tempat tinggalnya, didirikan di atas lahan milik warga.
Gubuk berukuran sekira 3x3 meter itu hanya beratapkan rumbia dan menggunakan terpal sebagai dinding, lantainya terdiri dari batu merah, disusun kemudian diberi pengalas.
Tidak ada barang berharga dalam gubuk keluarga kurang mampu ini, sekedar untuk alas tidur mereka hanya menggunakan karpet usang.
Munir mengaku memilih bertahan di gubuk tersebut bersama keluarganya karena sudah tidak memiliki rumah.
Dia juga mengatakan jika lokasi gubuk yang menjadi tempat tinggalnya berdekatan dengan tempatnya bekerja saat ini.
"Sekarang sudah tidak punya rumah jadi tinggal di sini, biar lebih dekat juga dengan tempat bekerja," ucapannya.
Dia mengaku sengaja belum memindahkan status kependudukannya dari Desa Kuajang ke Desa Banato Rejo, karena khawatir kehilangan bantuan sosial jika status kependudukannya dipindahkan.
Keluarga ini sangat mengharapkan bantuan agar penyakit yang diderita kedua buah hatinya itu bisa sembuh.(*)
Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com, Fahrun Ramli
Bapperdia Sulbar Pastikan Anggaran Rp1 Triliun Hasil Kunker Gubernur SDK Tepat Sasaran |
![]() |
---|
Grand Escudo Seruduk Motor dan Rumah di Mamuju, 2 Orang Luka |
![]() |
---|
7 Manfaat Daun Pandan Jarang Diketahui, Melindungi Kesehatan Jantung dan Melawan Kanker |
![]() |
---|
Orangtua Siswa Tuding Kepsek SMKN Paku Polman Lakukan Pungli, Perkara Ambil Ijazah Bayar Rp150 Ribu |
![]() |
---|
Polisi Selidiki Kasus Pengrusakan Tempat PS di Polman yang Jadi Lokasi Perkelahian 2 Kelompok Pemuda |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.