Literasi Ulama

Jihad Santri Jayakan Negeri

Pemikiran-pemikiran para santri pejuang kemerdekaan sangat cocok dengan Indonesia yang akan dibangun ke depan.

Editor: Nurhadi Hasbi
ist/Tribun-Sulbar.com
Ilustrasi santri peringati Hari Santri Nasional 

Dengan membaca atau mempelajari sejarah perjuangan dari para santri pendiri dan perumus kemerdekaan itu akan memberikan semangat atau suntikan dalam melanjutkan cita-cita mereka dalam memberikan fondasi awal tentang dasar dalam bernegara yang sesuai dengan kondisi nusantara yang pluralistik dalam berbagai perspektif.

Itulah tugas yang dilanjutkan oleh generasi santri hari ini. Melanjutkan cita-cita pendiri bangsa yang diwariskan tersebut bukanlah persoalan yang mudah dilakukan.

Di era modern sekarang ini, banyak tantangan yang dihadapi oleh generasi santri hari ini, diantaranya masifnya gerakan-gerakan keagamaan radikal yang sangat literal dalam memahami penafsiran keagamaan.

Mereka aktif mengkampanyekan pemahaman keislaman yang kaku, dan tidak memperhatikan kondisi budaya dan kearifan-kearifan lokal yang ada di Indonesia.

Dengan melihat kondisi seperti ini, santri harus tampil di garda terdepan untuk mengkampanyekan pemikiran-pemikiran keislaman moderat atau wasatiyah seperti yang menjadi visi dari para pejuang pendiri negara dan pemerintah saat ini yang sangat masif dalam mengkampanyekan pemahaman Islam yang moderat.

Program pemerintah dalam mengkampanyekan moderasi beragama itu sangat sejalan visi para santri, keberadaan para santri diberbagai pesantren sudah sangat familier dengan ajaran-ajaran Islam wasatiyah, Kyai-kyai yang ada di pesantren di kenal punya pemahaman keislaman yang kuat karena telah banyak membaca kitab-kitab yang telah diwariskan oleh ulama-ulama klasik.

Ajaran-ajaran Kyai yang syarat dengan keilmuan yang mendalam, itulah santapan keseharian oleh para santri.
Dengan demikian santri dijamin punya wawasan keislaman yang moderat, punya wawasan keilmuan klasik yang kuat dan juga punya wawasan kemodernan.

Banyak tokoh-tokoh nasional yang juga pemikir keislaman berasal dari identitas santri, seperti Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, Quraish Shihab, Syafi'i Ma'arif, Komarudin Hidayat, dan sederet cendekiawan-cendekiawan muslim lainnya, yang sering mengkampanyekan pemahaman keislaman wasatiyah.

Pemahaman keislaman mereka perlu dijadikan kiblat pemahaman keislaman oleh santri-santri masa kini.

Indonesia sangat membutuhkan keislaman yang dikawinkan dengan keindonesiaan sebagaimana yang menjadi pemikiran para tokoh-tokoh moderat di atas.

Warisan dari pemikiran tokoh bangsa tersebut menjadi konsumsi para santri demi melanjutkan cita-cita perjuangan mereka.

Ada pesan dari Kyai Sahal Mahfudz yang menjadi pegangan untuk semua santri, pesan-pesan yang begitu mendalam dari seorang Kyai yang sangat terkenal dengan fiqh sosialnya.

Bahwa sifat abadi yang harus dimiliki oleh seorang santri diantaranya, Bahwa seorang santri itu harus punya prinsip, punya landasan dasar, punya pegangan keagamaan yang kuat, kalau dalam bahasa teologi, bahwa seorang santri punya keimanan yang kokoh, keimanan ini terbentuk dari pergumulan keilmuan bersama dengan Kyai di pesantren.

Pesan selanjutnya dari Kyai Sahal Mahfudz, adalah bahwa seorang santri, jangan pernah berhenti belajar, tidak ada kata halte dalam belajar bagi seorang santri.

Belajar adalah dari ayunan sampai keliang lahad, itu dasar bagi seorang santri untuk terus belajar. Itulah sebab di pesantren pembelajaran dalam setiap hari hampir tidak pernah berhenti, mulai dari pagi sampai menjelang tidur, santri selalu bergumul dengan kitab-kitab rujukan dan Kyai yang membimbing mereka.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved