Opini

Ekonomi UNUSIA Dukung UU Penggajian Nasional

Aras juga menyebut kondisi ini sebagai ironi besar di negeri dengan kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah. 

Editor: Abd Rahman
Muhammad Aras Prabowo
INTELEKTRUAL MUDA NU - Intelektual muda NU Muhammad Aras Prabowo menilai kebijakan terbaru Bulog wajib membeli Gabah Kering Panen (GKP) petani dengan harga Rp6.500 per kilogram tanpa syarat kualitas adalah langkap positif. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani 

TRIBUN-SULBAR.COM - Pengamat Ekonomi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) menyatakan dukungan terbuka terhadap gagasan lahirnya Undang-Undang Penggajian Nasional. 

Dukungan ini lahir dari keprihatinan mendalam atas kondisi ketimpangan ekonomi dan sosial yang semakin menganga di tengah masyarakat Indonesia.

Pengamat Ekonomi UNUSIA, Muhammad Aras Prabowo, menegaskan bahwa ketidakadilan sudah berada pada level yang tidak lagi bisa ditutupi.

“Ketimpangan ekonomi dan sosial sudah sangat menganga, ada masyarakat yang begitu miskin sebaliknya juga ada yang begitu kaya. Bahkan makan sesuap nasipun begitu susah setiap hari, tapi yang lain sedemikian melimpahnya,” ujarnya dengan nada tegas.

Aras juga menyebut kondisi ini sebagai ironi besar di negeri dengan kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah. 

Menurutnya, ironi itu semakin nyata ketika perilaku koruptif para pejabat negara ikut melanggengkan ketidakadilan. 

“Ini adalah ketidakadilan terstruktur, sistematis dan masif. Padahal jelas dalam pembukaan UUD dan Pancasila bahwa kekayaan negara sebanyak-banyaknya untuk kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ungkap akademisi UNUSIA tersebut.

Lebih lanjut, Aras menyampaikan dukungannya terhadap gagasan yang dilempar oleh Budiman Sujatmiko mengenai Undang-Undang Penggajian Nasional. 

Ia menyebut bahwa regulasi yang mengatur batas minimal dan maksimal gaji warga negara bisa menjadi jalan keluar dari ketidakadilan yang selama ini dibiarkan menahun. 

“Saya setuju dengan gagasan yang dilempar oleh Budiman Sujatmiko terkait dengan UU Penggajian Nasional yang mengatur batas minimal dan maksimal gaji warga negara. UU tersebut bisa menjadi jalan keluar dari ketidakadilan terstruktur, sistematis dan masif untuk warga Indonesia,” jelasnya.

Aras menekankan bahwa rancangan UU ini bukan sekadar wacana, melainkan instrumen konkret untuk mengatasi kesenjangan ekonomi. 

“UU Penggajian Nasional adalah pengendalian sekaligus pendistribusian keadilan ekonomi serta pengentasan kemiskinan yang tak kunjung terselesaikan,” terangnya.

Pernyataan tersebut semakin relevan jika ditarik pada kondisi faktual.

 Ketimpangan ekonomi di Indonesia masih menjadi problem laten. Kemiskinan yang menjerat jutaan warga hingga kini belum menemukan penyelesaian yang tuntas. 

Di satu sisi, gaji guru, dosen, buruh, petani, dan nelayan masih jauh dari kata layak dan seringkali tidak mencukupi kebutuhan dasar. 

Halaman
12
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved