Dugaan Korupsi Kuota Haji

KPK Seret Sosok Penting di GP Ansor dalam Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji Tahun 2024

Syarif Hamzah Asyathry adalah wakil Sekertaris Jenderal (Wasekjen) Pimpinan Pusat GP Ansor.

Editor: Nurhadi Hasbi
kompas.com
Gedung KPK - Sosok penting di GP Ansor terseret dalam dugaan korupsi kuota haji tahun 2024. 

Kasus ini berawal dari kebijakan Yaqut Cholil Qoumas yang mengubah alokasi tambahan 20.000 kuota haji periode 2023–2024. 

Kebijakan yang membagi kuota 50:50 antara haji reguler dan haji khusus itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, yang seharusnya menetapkan rasio 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

Penyimpangan alokasi ini diduga membuka celah praktik jual beli kuota haji khusus oleh oknum di Kementerian Agama (Kemenag) dan biro perjalanan haji. 

Akibatnya, calon jemaah yang seharusnya antre bertahun-tahun dapat langsung berangkat dengan membayar sejumlah uang. 

KPK menaksir kerugian negara akibat skandal ini mencapai lebih dari Rp1 triliun.

Hingga saat ini, KPK belum mengumumkan tersangka secara resmi. 

Namun, lembaga antirasuah telah mencegah Yaqut Cholil Qoumas, staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, dan pengusaha travel haji Fuad Hasan Masyhur bepergian ke luar negeri untuk kepentingan penyidikan.

Rekam jejak

Syarif Hamzah Asyathry adalah tokoh kunci di lingkup kepemudaan NU, dikenal sebagai salah satu pimpinan GP Ansor.

Keterlibatannya dalam pemeriksaan KPK terkait kasus kuota haji menempatkannya dalam sorotan publik, meski sejauh ini masih sebagai saksi dan belum menjadi tersangka.

Tanggal 4 September 2025, Syarif Hamzah Asyathry dipanggil sebagai saksi oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024.

Pemeriksaan dilaksanakan di Gedung Merah Putih KPK, dan Syarif hadir sejak pagi dengan status sebagai wiraswasta.

Kasus ini semula mencuat setelah pemeriksaan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada awal Agustus 2025.

Lembaga antirasuah kemudian menyatakan bahwa dugaan korupsi tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 1 triliun .

Pemerintah dituduh memecah kuota tambahan haji secara tidak proporsional, seharusnya pembagian 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus, namun dikabarkan dibagi rata 50:50.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved