Kemenkum Sulbar

Kakanwil Kemenkum Sulbar Bersama Jajaran Hadiri DSK, Bahas Permenkumham Nomor 15 Tahun 2020

MP merupakan perpanjangan tangan Menteri Hukum yang menindaklanjuti laporan pengaduan masyarakat.

Editor: Abd Rahman
Istimewa
BSK HUKUM- Jajaran Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Barat (Kanwil Kemenkum Sulbar) aktif mengikuti diskusi strategis kebijakan terkait pengawasan notaris. 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Jajaran Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Barat (Kanwil Kemenkum Sulbar) aktif mengikuti diskusi strategis kebijakan terkait pengawasan notaris.

Kakanwil Sunu Tedy Maranto, didampingi Kadiv Pelayanan Hukum Hidayat Yasin dan sejumlah jajaran, menghadiri Diskusi Strategi Kebijakan (DSK) yang digelar secara virtual oleh Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah pada Kamis, 9 Oktober 2025.

DSK kali ini berfokus pada Analisis Evaluasi Dampak Kebijakan (AIEK) terhadap Permenkumham Nomor 15 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas terhadap Notaris.

Membuka kegiatan, Sekretaris BSK Hukum, Dwi Harnanto, menegaskan bahwa BSK Hukum berperan penting dalam memastikan setiap tahapan pembuatan kebijakan publik menggunakan bukti berbasis data.

Baca juga: ShopeeVIP: Bikin Belanja Sehari-hari Jadi Lebih Dekat, Lebih Spesial Tiap Kali Checkout

Baca juga: Kemenkum Sulbar hadiri BSK Policy Talks, Perkuat Analis Kebijakan dalam Legal Policy Hub

"BSK Hukum perlu berkolaborasi dengan Kantor Wilayah sebagai perpanjangan tangan Kementerian Hukum dan implementator kebijakan di tingkat wilayah," ujarnya.

Ia menambahkan, Kanwil Kemenkum melalui Divisi P3H melaksanakan fungsi strategis BSK di daerah dan diharapkan dapat meningkatkan partisipasi publik dalam implementasi Peraturan Menteri Hukum.

Narasumber Deni Kristiawan dari Kanwil Jateng memaparkan hasil AIEK. 

Secara positif, Permenkumham 15/2020 dinilai telah menyediakan payung hukum, SOP yang baku, dan memberikan kepastian, membuat Majelis Pengawas Daerah (MPD) merasa lebih terlindungi secara prosedural.

Namun, Deni menyoroti permasalahan krusial di lapangan. "Terdapat temuan permasalahan di lapangan, yakni kewenangan MPD masih terbatas," sambungnya.

Ia menekankan bahwa efektivitas pengawasan perlu diperkuat, ketentuan teknis saat ini belum sepenuhnya adaptif, dan pendampingan hukum memerlukan kejelasan. Revisi yang tepat diharapkan dapat menjadikan regulasi ini lebih efektif dan responsif.

Senada dengan itu, Mikael Gama Pramudita dari Ditjen AHU, turut memperkuat materi tentang peran Majelis Pengawas (MP) dalam penyelesaian perkara.

MP merupakan perpanjangan tangan Menteri Hukum yang menindaklanjuti laporan pengaduan masyarakat.

Selain penjatuhan sanksi administratif (teguran lisan/tertulis hingga pemberhentian), MP juga punya peran protektif.

Mikael menjelaskan, jika Notaris sedang ditahan oleh Aparat Penegak Hukum, MPD dapat melaporkannya ke Ditjen AHU untuk dilakukan pemblokiran akun notaris. 

Langkah ini penting untuk melindungi masyarakat dan menerapkan prinsip kehati-hatian.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved