Konflik Tambang Pasir

Tambang Pasir di Karossa Picu Konflik, Polres Mateng Minta Warga Tidak Terprovokasi

Penulis: Sandi Anugrah
Editor: Munawwarah Ahmad
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KISRUH TAMBANG PASIR - Kapolres Mateng, AKBP Hengky K Abadi saat ditemui di jalan poros Topoyo-Tumbu, Kecamatan Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, Senin (28/4/2025).

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU TENGAH - Pascaberedarnya pemberitaan seorang warga Karossa berinisial J dibacok menggunakan sebilah parang oleh terduga pelaku berinisial RR (20), Polres Mamuju Tengah (Mateng), Sulawesi Barat (Sulbar) segera mengeluarkan imbauan.

Baca juga: Gegera Ditantang di Sosmed, Pria di Mamuju Bacok Pegawai Honorer, Kini Jadi Tersangka

Baca juga: ART Baim Wong Mengaku Pernah Melihat Paula Verhoeven Berduan dengan Nico di Dalam Kamar

Kepada Tribun-Sulbar.com, Senin (28/4/2025), Kapolres Mateng, AKBP Hengky K Abadi mengatakan, dirinya mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi.

Selain itu, dirinya meminta masyarakat Karossa tidak terpancing atas isu yang beredar.

"Mengimbau untuk masyarakat tidak terpancing terhadap isu-isu yang bertujuan memecah belah masyarakat Karossa," tegasnya.

Saat dikonfirmasi terkait pelaku apakah warga Mamuju Tengah atau bukan, Kapolres memilih tidak menjawab.

Hal itu bertujuan, agar kondusifitas keamanan tetap terjaga.

Sebelumnya diberitakan, warga Desa Karossa, Kecamatan Karossa, Mamuju Tengah melakukan aksi protes terhadap aktivitas tambang pasir PT Alam Sumber Rejeki (ASR).

Hal ini berujung pada respon kekerasan dilakukan oleh pendukung perusahaan terhadap satu orang warga penolak tambang.

Rumah korban didatangi oleh keluarganya sendiri, kemudian dibacok akibat berselisih paham soal tambang

Dalam video beredar pada tanggal 27 April, korban mengalami luka tebas akibat senjata tajam berupa sebilah parang.

Luka pada bagian lengan, punggung dan kepala menyebabkan tubuh diselimuti dengan darah.

Korban hingga kini sedang dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Mamuju.

“Kami menduga politik adu domba kepada warga secara sengaja diciptakan oleh Perusahaan, warga dibelah menjadi terima dan tidak terhadap kehadiran tambang pasir. Tentu perusahaan harus bertanggungjawab atas peristiwa berdarah ini,” tegas Fajrin Rahman, pendamping hukum Warga.

Sejak awal November 2024 warga Karossa, Budong-Budong dan Silaja secara aktif telah melakukan penolakan dan pengusiran terhadap kapal yang  memaksa beraktivitas di muara sungai Karossa.

Namun perusahaan PT ASR diduga abai terhadap penolakan warga yang berjuang atas lingkungan hidup yang sehat dan bersih.

Bahkan setelah adanya kesepakatan RDPU DPRD Provinsi pada 16 Januari 2025 yang melarang adanya aktivitas kapal sebelum adanya kesimpulan dan kesepakatan.

Terbukti pada Sabtu 26 April 2025, kapal PT. ASR kembali memaksa masuk dengan menggandeng aparat kepolisian dan warga yang mendukung kehadiran aktivitas tambang, sehingga memicu kemarahan warga pesisir Desa Karossa dan Desa Silaja. 

“Konflik sosial terjadi sejak hadirnya perusahaan tambang pasir PT. ASR. Pencabutan izin tentu merupakan solusi untuk mencapai kestabilan sosial,” ujar Nurwahidah Jumakir, Pendamping hukum Warga. 

Informasi yang ditemukan, pelaku telah diringkus oleh aparat kepolisian dan dibawa ke Polres Mamuju, namun situasi di lapangan terus memanas.

Hal ini memicu konflik horizontal, beberapa unit kendaraan mencoba masuk ke wilayah Desa Karossa. 

Hal ini direspon oleh warga dan mencoba untuk menghalangi agar warga yang mendukung tambang pasir tidak masuk ke pemukiman warga. (*)

Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com, Sandi Anugrah