TRIBUN-SULBAR.COM - Maraknya kasus tindak pidana yang dilakukan oleh oknum polisi belakangan ini, turut menjadi sorotan Amnesty International Indonesia.
Oleh sebab itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan.
Pihaknya juga meminta DPR RI, dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) turut mengevaluasi Polri.
Hal ini diungkapkan Usman Hamid menyusul sejumlah kasus kekerasan, pencabulan, salah tangkap hingga intimidasi yang melibatkan polisi.
“Tanpa evaluasi yang serius dari Presiden, DPR, Kompolnas, Polri maupun pengawasan dan kontrol yudikatif, tidak mengherankan jika kasus-kasus serupa akan terus terjadi,” ujar Usman Hamid dalam keterangannya, Selasa (11/3/2025).
Baca juga: Korban Pelecehan Bertambah, Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Resmi Ditetapkan Tersangka
Usman mengatakan, seharusnya polisi menjadi pengayom dan pelindung masyarakat, bukan sebaliknya.
“Polisi dididik, dilatih, dan dipersenjatai negara untuk melindungi warga, bukan malah melakukan pembunuhan di luar hukum seperti yang diduga terjadi di Sulawesi Utara maupun salah tangkap dan penganiayaan yang diduga menimpa seorang warga pencari bekicot di Jawa Tengah,” kata Usman Hamid
Menurut dia, jika tindakan para oknum ini dibiarkan, pemerintah dinilai telah membiarkan anggota polisi terus menerus melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
“Rentetan kasus ini harus menjadi alarm yang serius bagi kepolisian untuk segera melakukan reformasi yang menyeluruh di tubuh kepolisian,” ujar Usman Hamid.
Baca juga: PHBI Desak Presiden Prabowo Tindak Tegas Dugaan Intimidasi Polisi Terhadap Band Sukatani
Dia menegaskan, kasus-kasus pelanggaran yang ada harus diusut tuntas secara transparan.
Lalu, pelakunya harus disanksi secara pidana agar menghadirkan keadilan bagi korban maupun keluarganya.
Lebih lanjut, Usman mengatakan, reformasi Polri harus dilakukan secara institusional dan mendalam untuk mencegah keberulangan kasus kekerasan oleh oknum polisi di masa depan.
“Reformasi di tubuh Kepolisian harus melibatkan perubahan sistemik, bukan sekadar revisi aturan atau pelatihan semata. Tanpa akuntabilitas yang nyata di tingkat pimpinan Polri, segala upaya untuk menghentikan kekerasan oleh aparat akan sia-sia,” kata Usman Hamid.
Selengkapnya, berikut rangkuman kasus yang melibatkan oknum polisi seperti dirangkum Tribun-Sulbar.com dari berbagai sumber.
Baca juga: Fakta Mengejutkan Kasus Brigadir Ade Kurniawan Cekik Bayi Usia 2 Bulan, Status Asli DJP Terkuak
1. Kasus Pencabulan Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar
Mantan Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, telah resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, mengatakan hal itu dalam konferensi pers yang digelar di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (13/3/2025).
Polri secara resmi telah menetapkan Fajar sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.
"Antara lain, saya akan menyebutkan anak satu, anak dua, anak tiga. Anak satu usia 6 tahun, anak 2 usia 13 tahun, anak 3 usia 16 tahun."
"Dan orang dewasa dengan inisial SHDR usia 20 tahun," ucap Trunoyudo, Kamis.
Ia juga menyatakan, tersangka juga diduga menyalahgunakan narkoba dan menyebarluaskan konten pornografi anak.
Baca juga: Profil AKBP Fajar Lukman, Kapolres Ngada Viral Diduga Cabuli 3 Anak, Harta Kekayaan Hanya Rp 14 Juta
Sementara itu, Karowabprof Divisi Propam Polri, Brigjen Agus Wijayanto, berujar Fajar telah menjalani proses kode etik di Propam Polri sejak 24 Februari 2025.
"Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa perbuatan FWLS termasuk kategori pelanggaran berat, sehingga sidang kode etik akan segera digelar," ucap Agus.
Selain sanksi etik, mantan Kapolres Ngada tersebut juga menghadapi jeratan hukum pidana.
Menurut Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Himawan Bayu Aji, tersangka tidak hanya merekam dan menyimpan konten asusila anak, tetapi juga menyebarkannya melalui dark web.
"Barang bukti berupa tiga unit handphone telah diamankan dan sedang diperiksa di laboratorium digital forensik," ucap Himawan.
Akibat perbuatannya, Fajar dijerat pasal berlapis, di antaranya Pasal 6 huruf C, Pasal 12, Pasal 14 ayat 1 huruf A dan B, serta Pasal 15 ayat 1 huruf E, G, J, dan L UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Selain itu, ia juga dijerat Pasal 45 ayat 1 junto Pasal 27 ayat 1 UU ITE No 1 Tahun 2024.
Ancaman hukuman maksimal mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
2. Kasus Pembunuhan Bayi Brigadir Ade Kurniawan
Anggota Direktorat Intelijen Keamanan (Ditintelkam) Polda Jawa Tengah (Jateng) Brigadir Ade Kurniawan atau AK, ditahan atas kasus dugaan pembunuhan terhadap anak kandungnya dengan cara dicekik.
Terungkap kemudian korban yang baru berusia 2 bulan ternyata adalah hasil hubungan gelap dengan kekasihnya, DJP (24).
Sebelumnya, dilaporkan bahwa DJP yang merupakan pelapor adalah istri dari Brigadir Ade Kurniawan.
Namun dari hasil penyelidikan, diketahui kemudian bahwa keduanya belum menikah.
DJP diketahui merupakan lulusan sebuah kampus negeri di Kota Semarang.
Status hubungan Brigadir Ade dan DJP yang belum resmi menikah pun dibenarkan Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto.
"Kalau perempuan ini (DJP) adalah teman dekat, belum istri sah. Namun, korban (AN) benar anak kandung dari Brigadir AK."
"Hubungan mereka di luar resmi dari dinas kepolisian," ungkapnya, Selasa (11/3/2025).
Baca juga: Brigadir Ade Kurniawan sempat Foto Bareng sebelum Bunuh Bayinya, Ibu Syok Lihat Anak Sudah Membiru
Adapun peristiwa dugaan pembunuhan bayi oleh ayah kandungnya itu terjadi pada Minggu (2/3/2/025).
Artanto menjelaskan kejadian bermula saat Brigadir Ade dan DJP hendak berbelanja.
DJP menitipkan anaknya kepada Brigadir Ade untuk dijaga, sedangkan dirinya berbelanja.
Ketika bayi itu berada di tangan Brigadir Ade, terjadilah dugaan pembunuhan tersebut.
Setelah berbelanja, DJP kembali ke mobil dan mendapati bayinya sudah dalam kondisi yang tak wajar.
Ia lantas membawa korban ke rumah sakit, tetapi nahas karena nyawa bocah itu tak terselamatkan.
"Bayi itu lantas dibawa ke rumah sakit. Namun, setelah perawatan dinyatakan meninggal dunia," ungkap Artanto, Selasa (11/3/2025).
DJP kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada Polda Jateng, Rabu (5/3/2/025).
Menindaklanjuti laporan itu, Artanto mengatakan telah mengamankan Brigadir AK untuk menjalani pemeriksaan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Jateng.
Sementara itu, tentang tindakan pidana masih ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum).
Pihaknya juga telah melakukan ekshumasi guna mengetahui penyebab pasti kematian korban.
"Kami juga telah melakukan ekshumasi terhadap jenazah bayi AN pada Kamis, 6 Maret 2025 lalu," tambahnya.
3. Kasus Salah Tangkap Aipda Irham
Nasib malang dialami oleh seorang pencari bekicot bernama Kusyanto (38) yang berasal dari Desa Dimoro, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Ia menjadi korban salah tangkap oleh Aipda Irham atau IR, anggota Polres Grobogan, yang menuduhnya telah melakukan pencurian pompa air milik warga.
Aksi ini terekam video warga hingga akhirnya viral di media sosial.
Dalam video terlihat Kusyanto yang sedang duduk diikat tangannya ke belakang dan diteriaki Aipda IR di hadapan warga.
Aipda IR juga mencengkeram mulut Kusyanto karena tak mau mengaku melakukan pencurian.
Aksi intimidasi tersebut terjadi saat Kusyanto beristirahat usai mencari bekicot pada Minggu (2/3/2025) sekitar pukul 22.00 WIB.
Kusyanto mengaku ketakutan dibawa ke rumah mertuanya untuk diinterogasi.
"Saya diapit di motor dan pak polisi itu duduk di belakang. Di perjalanan, kepala saya juga dipukuli disuruh mengaku mencuri pompa air diesel."
"Salah saya apa, saya tak tahu apa-apa. Katanya di sana banyak pompa air diesel hilang," ucap Kusyanto, dikutip dari TribunJateng.com.
Baca juga: 6 Bintara Polisi Polres Baubau Sultra Aniaya Juniornya hingga Kirtis
Aipda IR kemudian membawa Kusyanto ke Mapolsek Geyer untuk proses pemeriksaan lebih lanjut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Kusyanto dinyatakan tak melakukan pencurian sehingga dibebaskan.
Akibat intimidasi tersebut, Kusyanto mengalami trauma hingga takut keluar malam.
Ia pun menuntut agar nama baiknya dipulihkan dan agar Aipda IR meminta maaf.
"Saya orang enggak punya, enggak bisa berbuat apa-apa. Saya hanya ingin IR meminta maaf secara langsung dan nama baik saya dipulihkan."
"Saya sakit hati, malu, dan takut pergi keluar," bebernya.
4. Kasus Intimidasi Band Sukatani
Band Sukatani mengaku mendapat intimidasi dari pihak kepolisian terkait lagu Bayar Bayar Bayar yang memiliki lirik bayar polisi.
"Tekanan dan intimidasi dari kepolisian terus kami dapatkan hingga akhirnya video klarifikasi atas lagu yang berjudul Bayar Bayar Bayar kami unggah melalui media sosial," tulis Band Sukatani, dikutip Tribunnews.com dari Instagram resminya, Sabtu (13/2/2025).
Band asal Purbalingga, Jawa Tengah, ini mengaku akibat intimidasi ini mereka mengalami banyak kerugian.
"Kejadian tersebut membuat kami mengalami berbagai kerugian baik secara materiil maupun nonmateriil," lanjut tulisan itu.
Sambil menyebutkan jika saat ini dua orang personelnya dalam kondisi baik-baik saja, Sukatani blak-blakan menyebut jika sudah mendapatkan tekanan dan intimidasi dari pihak kepolisian sejak Juli 2024.
Kini keduanya sedang proses pemulihan.
"Mau mengabarkan bahwa kami dalam keadaan baik, namun masih dalam proses recovery pasca-kejadian bertubi yang selama ini kami hadapi sejak Juli 2024," tulis mereka.
Kasus ini bermula saat band Sukatani menjadi perbincangan publik karena mendadak membuat video permintaan maaf di media sosial.
Video permintaan maaf itu dilakukan mereka dengan membuka identitas wajah dan nama.
Padahal selama ini mereka mengenakan nama panggung dan topeng ketika tampil di publik.
Permintaan maaf ini terkait dengan lagu Bayar Bayar Bayar.
Dalam pernyataannya, band Sukatani mengungkapkan bahwa lagu tersebut diciptakan sebagai kritik terhadap oknum kepolisian yang dianggap melanggar aturan.
Dalam video permintaan maaf itu, Sukatani juga memutuskan untuk menarik lagu Bayar Bayar Bayar dari berbagai platform digital dan meminta pihak lain untuk menghapusnya.
Di akhir video, band Sukatani mengaku membuat video permintaan maaf tanpa paksaan pihak manapun.
(Kompas.com/ Shela Octavia) (Tribunnews.com/Nanda Lusiana, Deni, Mohay, Anita)
Artikel ini telah tayang di Kompas "Presiden dan DPR Diminta Evaluasi Polri Imbas Maraknya Kasus Libatkan Oknum Polisi", dan Tribunnews.com dengan judul Awal Mula Brigadir Ade Kurniawan Kenal DJP, Hamili dan Bunuh Bayinya, Bohong soal Pekerjaan, Jumlah Korban Kasus Pencabulan Eks Kapolres Ngada Ada 4 Orang, 3 di Antaranya di Bawah Umur, Pengakuan Kusyanto Pencari Bekicot Dituduh Curi Pompa Air, Oknum Polres Grobogan Lakukan Intimidasi, Sukatani Bersikap! Bongkar Fakta Intimidasi Lagu Bayar Bayar Bayar, Kini Menolak Jadi Duta Polisi