TRIBUN -SULBAR. COM, MAJENE - Orangaua korban balita keracunan massal di Pamboang merasa tidak dipedulikan pihak Polres Mejene, usai Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) oleh Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB), mengancam nyawa anaknya, Senin (6/5/2024) lalu.
Sudah lebih dari sebulan, Polres Majene belum memberikan kejelasan mengenai kasus keracunan massal di Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene Provinsi Sulbar.
Baca juga: IM3I Pertanyakan Penyelidikan Kasus Keracunan 43 Balita di Pamboang Majene
Baca juga: Polisi Percepat Penyelidikan Kasus Keracunan Bocah Massal, 50 Saksi Diperiksa Siapa Calon Tersangka?
Dalam hal ini Ikatan Mahasiswa Mandar Majene Indonesia (IM3I) pada 24 Juni melakukan wawancara dengan 20 korban, termasuk keluarga korban yang dirujuk ke Rumah Sakit Umum Majene.
Mayoritas keluarga korban menekankan pentingnya penanganan serius terhadap kasus ini, namun hingga kini belum ada kejelasan dan keadilan.
Ketua Organisasi Satuan (Orsat) IM3I Muh. Sahrul Akbar mengatakan, para warga sangat berharap adanya penjelasan dari pihak kepolisian dan meminta keadilan atas kejadian keracunan massal ini.
Ia juga mengatakan salah satu keluarga korban, yang berinisial AM (42), menyatakan pasrah melihat cucunya yang kehilangan kekuatan setelah mengonsumsi PMT, muntah tanpa henti, diare, dan wajah pucat.
"AM berpikir cucunya akan meninggal dan pertama kali bertindak menggunakan kebiasaan adat saat melihat cucunya dalam keadaan darurat"kata Sahrul saat ditemui Tribun Sulbar.com di Majene, Kamis (27/6/2024).
AM juga menyebut PMT yang diberikan tidak membantu, melainkan membawa bahaya karena mengancam nyawa.
AM mengaku menerima sembako setelah kejadian itu. Sembako yang diberikan setelah kejadian itu tidak dianggap sebagai solusi karena tidak cukup untuk mengatasi ancaman nyawa dan trauma yang mereka alami. AM bersyukur dan penuh harapan kepada mahasiswa yang menindaklanjuti kasus ini karena merasa tidak punya kekuatan untuk melawan.
"Pertanyaannya adalah, apakah ketidakjelasan ini menunjukkan ketidakpedulian pihak kepolisian atau ada upaya menutupi isu demi kepentingan tertentu?" Lanjutnya
Menurutnya penerapan asas transparansi sangat penting dalam proses penegakan hukum, terutama dalam kasus yang menarik perhatian publik.
Hal ini bertujuan mencapai keadilan substantif. Tuntutan terhadap asas transparansi dalam penegakan hukum muncul dari masalah kepercayaan terhadap aparat hukum dalam menjalankan tugas mereka.
Integritas dan moral aparat hukum adalah representasi dari institusi mereka.
Terkait hal ini, mata Sahrul pihak kepolisian harus transparan dalam menyelesaikan kasus keracunan massal di Kecamatan Pamboang.
"Jika tidak segera diselesaikan, Ikatan Mahasiswa Mandar Majene Indonesia (IM3I) akan menindaklanjuti kasus ini ke tingkat lebih tinggi karena ketidaktransparanan pihak kepolisian"pungkasnya.
"Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 menjelaskan bahwa Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum, bukan malah menghilang tanpa kabar atau tidak transparan dan akuntabel terhadap kasus keracunan di Kecamatan Pamboang" tutupnya
Laporan wartawan Tribun Sulbar.com Anwar Wahab